CRIME STORY

Susu dan Test Pack
di Kamar Calon Bidan

Permintaan aborsi ditolak, seorang polisi membunuh kekasihnya yang hamil agar bisa menikahi gadis lain yang lebih dulu dipacarinya.

Ilustrasi: Edi Wahyono

Rabu, 31 Agustus 2016

Tak seperti biasanya, saat melintasi perkebunan tebu di Dusun Tappareng, Desa Lappa Bosse, Kecamatan Kajuara, Bone, hidung Rustam, 16 tahun, mencium bau bangkai yang amat menyengat. Penasaran, penggembala sapi itu berupaya menelisik sumber bau tersebut. Saat menyingkap batang-batang tebu, dia melihat sesosok mayat perempuan dalam posisi telentang.

Mayat itu sudah bengkak dan berulat, wajahnya tak lagi bisa dikenali. Sweater berwarna biru gelap dengan dalaman kaus hitam dan celana panjang hitam membalut tubuhnya. Sebuah tas warna merah tergeletak di sampingnya. Belakangan diketahui, di dalam tas tersimpan foto korban, peralatan makeup, obat tablet, dan pakaian dalam wanita.

Rustam pada Senin, 15 Agustus, siang itu, yang semula memang hendak mengandangkan sapi-sapi gembalaannya, bergegas pulang dan melaporkan temuan itu kepada warga setempat. Warga lain yang menerima laporan Rustam langsung menghubungi Markas Kepolisian Sektor Kajuara.

Kalau mau, bunuh saja saya. Silakan!”

“Dari penelusuran tim dari Polsek dan Polres Bone di lokasi kejadian, kami menemukan dua lembar pasfoto korban dari dalam tas. Salah satunya foto korban mengenakan jas almamater Akademi Kebidanan Syeikh Yusuf, Gowa,” kata Kepala Polres Bone Ajun Komisaris Besar Raspandi kepada detikX.

Tim yang dipimpin Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bone Ajun Komisaris Hardjoko itu juga menemukan beberapa butir pil penguat janin dalam kandungan, sebuah bra berwarna hitam, dan ikat rambut ulir. Dari proses identifikasi dan penelusuran selanjutnya diketahui bahwa korban merupakan warga Kecamatan Tinanggae, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Tapi sehari-hari dia tinggal di tempat kos Pondok Orange, Jalan Landak Baru, Lorong 10, Kelurahan Banta Bantaeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar. “Korban bernama Harmawati alias Arma, 23 tahun,” ujar Raspandi.

* * *

Kabar penemuan mayat di kebun tebu Desa Lappa Bosse membuat Brigadir Dua Muhlis, 26 tahun, kian gelisah. Keesokan harinya, Selasa, 16 Agustus, tanpa mengenakan seragam, ia menghadap komandan di satuan Patroli Motor Sabhara Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah. Secara gamblang Muhlis mengaku telah membunuh kekasihnya yang mayatnya ditemukan di kebun tebu itu.

“Ia mencekik kekasihnya setelah didahului percekcokan. Pelaku menyerahkan diri ke Propam dan dibawa ke Polres Bone untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan Kombes Frans Barung Mangera kepada detikX, Sabtu, 20 Agustus.

Sumber percekcokan di antara pasangan kekasih itu, menurut Raspandi, adalah amarah Arma kepada Muhlis begitu mengetahui akan melamar perempuan lain. Arma mengancam akan memberi tahu orang tua Muhlis di Bone bahwa dirinya telah hamil. Tujuannya, agar rencana lamaran itu dibatalkan.

Pasangan kekasih itu menuju Bone dari Jalan Landak Baru dengan mengendarai sepeda motor. Di tengah jalan, tepatnya di perkebunan tebu Dusun Tappareng, Muhlis berusaha membujuk Arma agar tidak mengungkapkan kehamilannya kepada orang tua Muhlis. Bahkan dia membujuk agar Arma menggugurkan kandungannya. Mendengar hal itu, Arma meradang. “Kalau mau, bunuh saja saya, silakan!” kata Arma berkali-kali setengah berteriak.

Muhlis panik, juga kalap. Spontan ia mencekik leher Arma hingga tak bergerak lagi. Karena kalut, ia lantas pergi begitu saja meninggalkan kekasihnya yang sudah tak bernyawa lagi itu. Selain mencekik leher, patut diduga tersangka sempat menekan bagian perut korban yang tengah hamil. Tujuannya tak lain agar janin di dalam kandungan gugur. Dugaan ini didapat setelah tim dokter Rumah Sakit Umum Daerah Tenriawaru, Bone, yang melakukan otopsi, menemukan kejanggalan pada bagian perut korban ke bawah. “Ditemukan tanda-tanda unsur paksaan pada bagian tersebut,” bisik seorang penyidik mengutip catatan hasil otopsi.

Selain mencekik leher, tersangka sempat menekan bagian perut korban yang tengah hamil.”

Untuk mendukung pengakuan Muhlis, tim penyidik mengorek keterangan dari orang tuanya, Tahe, yang tinggal di Desa Lappa Bosse, Kecamatan Kajuara, Bone. Dari ayah Muhlis diketahui bahwa pada Jumat, 12 Agustus, anaknya itu tiba di rumahnya sekitar pukul 05.00. Padahal lazimnya, Muhlis biasa sowan kepada orang tuanya pada sore atau malam hari. Begitu tiba pagi itu, dia langsung tidur di kamarnya.

“Kami tak mencurigai apa-apa karena, ketika terbangun dari tidur pun, dia bersikap biasa saja. Sebelum Jumatan dia masih ikut bantu-bantu angkat gabah,” ujar Tahe.

Sementara itu, dari hasil penggeledahan di kamar kos Arma pada 20 Agustus, ditemukan beberapa alat tes kehamilan (test pack), susu untuk ibu hamil merek Prenagen, dan satu T-shirt biru bertulisan “Turn Back Crime”.

“Tersangka pelaku akan kami kenai Pasal 338 tentang pembunuhan dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara,” ujar Raspandi.

Sementara itu, jenazah Arma dimakamkan di kampung halamannya di Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, pada Rabu, 17 Agustus, malam.


Laporan: Muhammad Nur Abdurrahman (Makassar)
Penulis: M. Rizal
Editor: Sudrajat
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Crime Story mengulas kasus-kasus kriminal yang menghebohkan, dikemas dalam bahasa bercerita atau bertutur, dilengkapi dengan gambar  ilustrasi yang menarik.