CRIME STORY

“Kalau Bisa,
Hukum Mati Saja”

Ratusan orang menghujat TS karena menggorok kekasihnya.
Pihak sekolah menutup diri.

Ilustrasi: Edi Wahyono

Senin, 14 November 2016

Rintik hujan dan kabut tipis yang menyelimuti Kampung Puncapari, Desa Sindanghayu, Kecamatan Takokak, wilayah selatan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat menambah sendu suasana di kediaman pasangan Utin, 50 tahun, dan Haryati, 48 tahun.

Genap sepekan sudah mereka kehilangan YY, 18 tahun, anak keduanya yang menjadi pelajar kelas III SMA di Garut. Jenazahnya dikuburkan di pemakaman Desa Sindanghayu, Takokak, pada Sabtu, 29 Oktober 2016.

Andai putrinya itu meninggal karena sakit atau sebab lain yang wajar, kesedihan Utin dan Haryati mungkin tak akan sedemikian mendalam. Tapi YY dibunuh oleh kekasihnya, TS. Lehernya digorok dengan pisau cutter. Sadis!  

Kacida, kacida teuing eta (keterlaluan sekali itu). Budak (anak) saya harus meninggal dibunuh orang,” ujar Utin saat ditemui detikX, Jumat, 4 November. Suaranya tercekat, bergetar. Tangan kanannya mengepal-ngepal, berusaha mengendalikan amarah yang siap meledak.

“Kami henteu tarima (tidak terima). Manehna kudu (pelaku harus) dihukum nu sabeurat-beuratna. Kalau bisa mah, hukum mati saja,” Utin melanjutkan kalimatnya dengan geram. Matanya memerah, lalu basah oleh air mata.

Dari keempat anaknya, Utin dan Haryati mengenang, YY merupakan anak yang baik dan penurut. Bila dinasihati, YY lebih sering menunduk dan mengangguk. “Jarang membantah ka kolot (kepada orang tua),” ujar Haryati.

Utin sengaja menyekolahkan YY ke Garut karena ada Rusman, adiknya, yang menjadi guru. Dengan begitu, YY diharapkan akan mendapatkan bimbingan lebih baik dalam menempuh pelajaran di sekolah. “Dia pulang ke Cianjur setiap akhir pekan dan libur panjang,” ujar Suryana, 47 tahun, paman YY.

Karena YY jarang pulang itulah, ia melanjutkan, kedua orang tuanya sama sekali tak curiga bila anaknya itu menjalin tali kekasih dengan TS, pemuda tetangga kampung. Tapi Suryana menegaskan, YY tidak hamil, yang dikuatkan oleh hasil autopsi Dokter Nurul Fadilah di Rumah Sakit Umum Daerah R. Syamsudin. “Mungkin YY sangat suka sama pelaku, jadi ngaku begitu (hamil),” ujar Suryana, yang sehari-hari menjadi Kepala Sekolah Dasar Sindanghayu, Cianjur.

Dari penelusuran ke akun Facebook, YY ternyata menggunakan nama samaran Nadhiffa Nadhiffa. Di akun ini, dia menulis status “bertunangan”. TS sepertinya bukan pemuda pertama yang singgah di hatinya. Sebab, pada 31 Oktober 2014, dia menulis status di dinding akunnya, “Berpacaran dengan Usan Susanto Junior.” Dia melengkapinya dengan memasang foto seorang pemuda berkaus biru dan mengenakan kopiah hitam.

Pada 28 September 2016, YY terlibat percakapan mesra di dinding akun Facebook-nya dengan seorang pemuda bernama Muhammad Ubay II.

Sementara itu, TS memiliki dua akun Facebook, yakni Tantan Biotaz Zaendunqoimun dan Tantan Al Goudzo Biotaz. Sebelum membunuh YY, Tantan Biotaz sempat menulis status di akun pertama, “Sabarr itu saat susah... Saat Senang yaa... Bukan Sabar..”

Begitu berita soal tindakan sadis TS tersebar di media massa, lebih dari 400 orang menanggapi status tersebut. Hampir semuanya menghujat TS dalam bahasa Sunda. Mereka tak cuma menilai tindakan TS terhadap YY sangat sadis karena dia dikenal sebagai guru, tapi juga telah mencemarkan nama baik kampung halaman mereka, Takokak. Ade Euis, misalnya, menulis, “Ternyata kamu Dazal!!! Mudah2an dpt hukuman yang setimpal yaitu Hukuman Mati!” Teman lainnya bernama Eva Chania menulis, “Ngerakeun bagong teh, kampung aing jadi tercemar.”

Tapi akun ini sejak dua pekan lalu tak lagi bisa dibuka. Sedangkan akun kedua, status terbaru hanya tercatat pada 2 Februari 2016.

Berbeda dengan orang tua YY, yang masih terbuka menerima tetamu, kediaman TS di Kampung Cikadu terlihat sepi tak berpenghuni. Kedua orang tuanya, Nurhaman, 60 tahun, dan Kakal, 52 tahun, menurut beberapa warga, menghilang sejak polisi menangkap TS. “Mungkin malu atau takut diamuk sama warga,” ujar Dadan, tetangga orang tua TS. “Kami enggak menyangka TS bisa begitu. Menjadi guru kok begitu. Kasihan Pak Nurhaman sama Bu Kakal,” ujarnya.

Guru-guru di madrasah tempat TS mengajar tak ada yang bersedia memberikan komentar. Memilih menghindari detikX dengan alasan sibuk, dan meminta penjaga sekolah mengunci pintu gerbang sekolah.


Reporter: M. Rizal (Cianjur), Syahdan Alamsyah (Sukabumi)
Penulis: M. Rizal
Editor: Sudrajat
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Crime Story mengulas kasus-kasus kriminal yang menghebohkan, dikemas dalam bahasa bercerita atau bertutur, dilengkapi dengan gambar  ilustrasi yang menarik.

SHARE