INTERMESO

OBSESI TUBUH TINGGI DI CINA

Tinggi Itu Kaya,
Tinggi Itu Enteng Jodoh

"Aku akan mendapatkan pekerjaan lebih baik, pacar lebih baik lagi, dan tentu saja suami yang lebih baik."

Ribuan perempuan Cina melamar sebagai pramugari di China Eastern Airlines pada 2012. 

Foto: Sino

Rabu, 25 Mei 2016

Lulus dari Universitas Sichuan, salah satu kampus negeri kondang di Kota Chengdu, Jiang Tao yakin tak bakal kesulitan mendapatkan pekerjaan. Suatu kali dia melihat iklan lowongan pekerjaan di perusahaan negara, Bank Rakyat Cina. Tapi ada satu syarat jadi ganjalan. Bank itu pasang syarat pelamar harus punya tinggi badan paling tidak 165 sentimeter. Merasa syarat itu tak masuk akal, Jiang menggugat bank itu di pengadilan. Jiang kalah, tapi bank tersebut mencopot syarat tinggi badan itu dari iklan lowongan mereka.

Menurut Konstitusi Cina Pasal 33, seluruh rakyat Tiongkok punya kedudukan setara. Tak ada beda antara kuli bangunan dan bos bank milik negara, antara juru parkir dan Jack Ma, pendiri Alibaba, yang super-tajir. Tapi kenyataannya, lain cerita yang tertulis di atas kertas dengan apa yang terjadi di pinggir jalan.

Selama Revolusi Kebudayaan, yang mulai ditabuh Pemimpin Besar Cina Mao Zedong setengah abad silam, perempuan, apalagi laki-laki, dilarang 'bersolek'."

Pintar saja tak cukup untuk hidup di Cina. Seorang laki-laki yang diidam-idamkan perempuan Tiongkok, menurut situs jodoh Jiayuan, harus memenuhi tiga syarat: gao fu shuai, tinggi, kaya, dan tampan. Bukan cuma urusan jodoh yang butuh badan tinggi, sejumlah lowongan pekerjaan di Cina terang-terangan pasang syarat tinggi badan minimum.

Zhang Xiaoli punya kulit bening dan wajah lumayan cantik. Dia juga punya gelar sarjana hukum. Sepertinya dia tak punya banyak masalah. Tapi satu hal bikin Xiaoli tak pernah merasa nyaman, yakni tinggi badannya. Tinggi Xiaoli "hanya" 153 sentimeter. Sang pacar, menurut Xiaoli, tak bersedia melamarnya menjadi istri lantaran gadis itu dianggap kelewat pendek.

Yang jadi soal, tubuh Xiaoli tak akan bertambah tinggi lagi. Demi tambahan 5 atau 6 sentimeter tinggi badan, Xiaoli rela berbulan-bulan menderita. Beberapa tahun lalu, Xiaoli meminta dokter melakukan operasi untuk memperpanjang kakinya. Xiaoli yakin, semua ongkos dan derita sakit selama berbulan-bulan itu akan terbayar lunas.

Operasi menambah tinggi badan di Cina
Foto: SDRC

"Aku yakin bakal mendapatkan ganjarannya berkali-kali lipat," kata Zhang Xiaoli kepada New York Times. "Aku akan mendapatkan pekerjaan lebih baik, pacar lebih baik lagi, dan tentu saja suami yang lebih baik.... Ini investasi jangka panjang."

Pilih-pilih jodoh atau karyawan berdasarkan tinggi badan, penampilan, dan ukuran fisik sebenarnya bukan hal tak biasa di Cina. Tak penting apakah syarat itu benar-benar dibutuhkan atau tidak. Satu restoran di Sichuan, misalnya, mencari karyawan dengan syarat seperti ini: pelayan dengan tinggi minimum 152 sentimeter, penyambut tamu bertinggi badan minimum 165 sentimeter, dan tinggi pembantu juru masak paling tidak 150 sentimeter.

Apa boleh buat, cita-cita kesetaraan itu dalam banyak hal memang hanya ideal di atas kertas. "Punya postur tinggi sering dianggap berhubungan erat dengan pendidikan tinggi dan calon pasangan ideal, dan seterusnya," kata Stephen Morgan, Dekan Fakultas Ilmu Sosial di Universitas Nottingham Ningbo, kepada Foreign Affairs.

Video: YouTube

Obsesi punya tubuh tinggi di Tiongkok sebenarnya baru berumur 30 tahun, seumur dengan semangat warga Cina untuk mulai bersolek. Selama belasan tahun sebelumnya, hasrat mereka bersolek dipasung habis-habisan. Selama Revolusi Kebudayaan, yang mulai ditabuh Pemimpin Besar Cina Mao Zedong setengah abad silam, perempuan, apalagi laki-laki, dilarang "bersolek". Baju warna-warni, kosmetik yang mencolok mata, dan segala hal yang dianggap melambangkan gaya hidup borjuis jadi barang haram.

Setelah Pemimpin Besar Mao mangkat pada 1976, Deng Xiaoping, sang pengganti, mulai membuka "tirai bambu" Tiongkok. Demi menampilkan wajah baru Tiongkok di muka dunia, pemerintah Cina getol "berdandan". Banyak hal yang semula haram pada masa Revolusi Kebudayaan jadi barang "halal".

Foto: CNN

Semua calon diplomat harus punya tinggi badan tak kalah dari diplomat-diplomat asing. "Jika kalian terlalu pendek atau ada yang tak pas di wajah, maka akan mempengaruhi citra pemerintah," ujar seorang staf Kementerian Luar Negeri Cina dikutip LA Times. Padahal Deng Xiaoping, tak seperti Pemimpin Besar Mao yang bertinggi badan 180 sentimeter, terbilang pendek. Tinggi Deng hanya sekitar 150 sentimeter, di bawah rata-rata tinggi badan laki-laki di Tiongkok.

Bahkan kadang, syarat untuk bekerja di kantor pemerintah ini agak lebay. Beberapa tahun lalu, Pemerintah Provinsi Hunan membuka lowongan pekerjaan. Salah satu syarat bagi calon pegawai perempuan antara lain memiliki bentuk payudara yang simetris. Syarat-syarat fisik ini terang tak ada urusannya dengan kemampuan bekerja.

Dua tahun lalu, Museum Sains dan Teknologi Shanghai pasang iklan lowongan pekerjaan. Salah satu syarat calon pegawainya, mereka harus punya "ukuran normal". Artinya, bagi perempuan harus punya tinggi badan 160-175 sentimeter. Bagi laki-laki, harus punya tinggi badan 170-185 sentimeter. Kepada New York Times, pihak Museum Sains Shanghai mengatakan, sama halnya dengan pramugari di perusahaan penerbangan, mereka juga butuh karyawan yang punya penampilan menarik.

Perempuan-perempuan Cina
Foto: Getty Images

Sialnya, urusan penampilan dan tinggi badan ini kadang dianggap lebih penting ketimbang kemampuan calon pegawai. Chen Hongping mestinya memenuhi semua syarat untuk jadi pegawai yang baik di Cina. Gadis itu anggota Partai Komunis yang berkuasa, punya gelar sarjana hukum, dan pintar. Saat tes masuk di kantor Kejaksaan di Kota Harbin, hasil ujian Hongping menjadi salah satu yang tertinggi.

Tapi dia gagal lolos. Kepada Chen Hongping, staf kantor Kejaksaan Kota Harbin mengatakan tinggi badan Chen kurang 2 sentimeter di bawah syarat, yakni 158 sentimeter. "Mereka sepertinya berusaha merekrut pegawai paling cantik dan paling tinggi karena bakal membuat wajah perusahaan lebih bagus," kata Chen. "Praktek ini tak adil bagi yang lain.... Pemerintah merasa punya jutaan pilihan di luar sana, jadi mereka berpikir bisa main pilih semaunya."

Tuntutan sosial dan pekerjaan inilah yang membuat orang-orang seperti Zhang Xiaoli, Li Ping dari Beijing, Wang Fulin, dan sebagainya nekat pergi ke dokter meminta operasi untuk memanjangkan kaki alias meninggikan badan. Di Negeri Panda, tinggi badan kadang punya kaitan kuat dengan rezeki yang akan didapat. Penelitian Universitas Sains dan Teknologi Huazhong menunjukkan setiap tambahan 1 sentimeter di atas rata-rata tinggi badan perempuan Cina akan menambah besar gaji rata-rata 1,5-2,2 persen.

Ini negara berkembang dengan kesempatan relatif terbatas dan diperebutkan oleh banyak sekali orang.... Kompetisi untuk mendapatkan pekerjaan sangat ketat."

Operasi memanjangkan kaki sebenarnya bukan barang benar-benar anyar. Pada 1951, Gavriil Ilizarov, dokter bedah tulang di Rumah Sakit Kurgan, Siberia—saat itu masih bagian dari Uni Soviet—menemukan teknik untuk memperbaiki struktur tulang kaki yang bermasalah. Dokter Gavriil tak pernah membayangkan metode menumbuhkan tulang kaki itu akan dipakai anak-anak muda yang tak punya masalah kesehatan untuk meninggikan badan.

"Ini negara berkembang dengan kesempatan relatif terbatas dan diperebutkan oleh banyak sekali orang.... Kompetisi untuk mendapatkan pekerjaan sangat ketat," kata Xie Hetao, dokter bedah tulang kondang di Beijing. Dua orang calon karyawan mungkin sama pintarnya, tapi penampilan dan tinggi badan tak mungkin sama persis.


Penulis/Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.