INTERMESO

Digemari Dulu,
Dicekal Kemudian

Komisi Penyiaran Jawa Barat mencekal 13 lagu dangdut karena lirik dan judulnya dinilai vulgar. Khawatir terkait maraknya kasus kekerasan seksual.

Cita Citata, Julia Perez, dan Zaskia Gotik
Foto: Gus Mun/detikcom

Senin, 30 Mei 2016

Awalnya aku cium-ciuman/ Akhirnya aku peluk-pelukan/
Tak sadar aku dirayu setan/ Tak sadar aku ku kebablasan/
Ku hamil duluan sudah tiga bulan/ Gara-gara pacaran tidurnya berduaan/
Ku hamil duluan sudah tiga bulan/ Gara-gara pacaran suka gelap-gelapan

Lagu bertajuk Hamil Duluan yang dilantunkan Tuty Wibowo itu sepintas lebih mirip irama house music ketimbang dangdut. Tapi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat tak sedang mempersoalkan hal itu, melainkan liriknya. Ada 13 lagu dangdut yang dilarang, yakni Paling Suka 69 yang dinyanyikan Julia Perez, Wanita Lubang Buaya (Mirnawati), Simpanan (Zilvana), Hamil Sama Setan (Ade Farlan), Mobil Bergoyang (Asep Rumpi dan Lia M.J.), Apa Aja Boleh (Della Puspita), Hamil Duluan (Tuty Wibowo), Mucikari Cinta (Rimba Mustika), Satu Jam Saja (Zaskia Gotik), Melanggar Hukum (Moza Kirana), Cowok Oplosan (Geby Go), Merem-merem Melek (Ellicya), dan Gak Zaman Punya Pacar Satu (Lolita).

Komisi Penyiaran melarang lagu-lagu itu disiarkan di radio dan televisi lokal karena lirik ataupun judulnya dinilai berkonotasi cabul, menyarankan seks bebas, perselingkuhan, persenggamaan, mesum, pelecehan terhadap perempuan, serta banyak umpatan kasar atau makian.

Kalau melihat pedoman perilaku penyiaran, (lagu-lagu tersebut) melanggar beberapa pasal.”

Dedeh Fardiah, Ketua KPID Jawa Barat

“Kami khawatir banyaknya kekerasan seksual akhir-akhir ini karena lirik lagu," kata Ketua KPID Jawa Barat Dedeh Fardiah, 12 Mei lalu di Bandung. Selain lirik-liriknya, judul-judul lagu dinilai vulgar. “Simak saja judulnya, ada Hamil Duluan, Hamil Sama Setan, Merem Melek,” Dedeh mencontohkan.

Data itu didapat KPID Jawa Barat setelah memantau dan mengkaji sejumlah lagu dangdut sejak Januari hingga April 2016. “Kalau melihat pedoman perilaku penyiaran, (lagu-lagu tersebut) melanggar beberapa pasal," ujarnya.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menyokong keputusan tersebut. Ia menyebut KPID Nusa Tenggara Barat, Riau, dan Jawa Tengah telah melakukannya. “Materi lagu yang dilarang ya sama,” ujarnya.

Julia Perez
Foto: Gus Mun/detikcom

Idy menepis anggapan bahwa pelarangan itu mengekang kebebasan berekspresi. Menurut dia, kebebasan dalam berkesenian harus juga dibarengi dengan kesantunan sesuai dengan norma di masyarakat. Karena itu, para produser atau pencipta lagu seharusnya menyadari bahwa seni juga untuk pendidikan masyarakat. “Seniman seharusnya sadar lirik itu pas atau tidak untuk pendidikan publik,” ujarnya.

Adindasyah Putra, mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur, menulis skripsi tentang lagu Paling Suka 69 yang dinyanyikan Julia Perez pada 2012. Meski lagu itu dibuat empat tahun lalu, KPID Jawa Barat masih mencantumkan lagu ini ke dalam daftar cekal.

Dalam sidang skripsi yang digelar pada 14 Juni 2012, Adindasyah menyimpulkan lirik lagu yang dibawakan Jupe dengan nada dan suara yang mendesah-desah itu memang terlalu vulgar, nakal, dan mengarah ke pornografi. Lirik lagu itu, tulis Adindasyah, melanggar Pasal 36 Ayat 5 dan 6 Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 serta Pasal 9, 13, dan 36 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Tahun 2009.

Apakah sedang terjadi kebangkitan politik moral atau apa di daerah tersebut.”

Michael Raditya, pengajar di Jurusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta

Toh, kalangan pencipta lagu punya pendapat berbeda. Endang Raes, yang tiga lagu ciptaannya kena cekal, yakni Mucikari Cinta, yang dinyanyikan Rimba Mustika, Melanggar Hukum (Mozza Kirana), dan Merem-merem Melek oleh Desy Ning Nong, curiga ada unsur politik di balik pelarangan itu. Indikasinya, pelarangan baru dilakukan setelah lagu-lagu itu lama beredar dan diterima khalayak luas.

“Kenapa tidak dicekal ketika baru muncul? Kenapa baru diributin setelah lagu itu diterima dan dinikmati masyarakat luas?” kata Endang kepada detikX, Rabu sore, 25 Mei.

Lelaki kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, 3 Agustus 1967, itu menuturkan di daerah lain lagu berjudul Suamiku Kawin Lagi juga sempat dilarang. Padahal isinya hanya menceritakan fenomena poligami, yang lumrah terjadi di tengah masyarakat. Anehnya, ketika lagu Berondong Tua yang dilantunkan Siti Badriah nge-hit di masyarakat, kata dia, lagu Suamiku Kawin Lagi boleh ditayangkan kembali.

Cita Citata
Foto: Gus Mun/detikcom

“Karena itu, saya usul atau berharap agar KPI mengadakan dialog dengan kami para pencipta lagu secara terbuka. Agar masyarakat tahu alasan dan jawaban para pencipta lagu yang dicekal,” kata Endang.

Lain lagi dengan Ishak. Pencipta lagu Perawan atau Janda, yang dinyanyikan Cita Citata, itu justru menilai pencekalan oleh KPI sebagai bagian dari pembelajaran buat dirinya. Ia berjanji akan lebih berhati-hati dalam membuat lirik dan judul lagu agar tidak terlalu vulgar.

“Sebetulnya yang saya buat itu kan riil terjadi di masyarakat dan saya ungkapkan sebagai hiburan. Tapi, kalau dianggap tidak mendidik, ya memang (lagu itu) tidak baik juga,” ujar lelaki kelahiran Serang, Banten, pada 1984 itu.

Sedangkan Sofwan Bombom, yang merupakan manajer Cita Citata, ingin mengajak KPI mengkaji lagu-lagu yang dilarang itu dari sudut pandang lain. Fenomena hamil duluan atau memilih jodoh dari kalangan janda atau perawan sudah lazim terjadi di masyarakat. Kalaupun kemudian diangkat ke dalam lagu, tentu harus dinilai sebagai pembelajaran terhadap masyarakat.

“Bukan ngajarin untuk dekat-dekatan agar hamil duluan, tapi mengingatkan, gara-gara dekat-dekatan, ya jadinya hamil duluan,” kata Sofwan.

Manajer Sani Music Indonesia itu percaya, yang bisa merusak dangdut itu bukan dari sisi lirik, melainkan penampilan para penyanyinya yang terlalu seksi atau erotis. “Lagu-lagu produksi kami tidak ada yang menjurus ke pornografi. Kan tak sampai ada kalimat ‘aku ingin bercinta dengan kamu’ misalnya,” kata Sofwan.

Siti Badriah
Foto: Gus Mun/detikcom

Setelah pelarangan itu, para penggemar dangdut justru seperti penasaran. Mereka seolah berlomba menghubungi stasiun radio, minta diputarkan lagu-lagu yang dilarang tersebut. “Banyak pendengar yang memprotes dan justru minta (lagu yang dilarang itu) diputar,” ujar Latri Permana Sari, Music Director Radio Rama FM Bandung. Para penyiar sebisa mungkin memberi pengertian kepada para pendengarnya. Di sisi lain, pihak radio mencoba menegosiasi KPI agar tetap diizinkan memutar lagu pada malam hari. "Kami bernegosiasi agar lagu-lagu seperti itu boleh diputar pada pukul 22.00 ke atas, itu pun diseleksi lagi," ujar Latri.

Michael Haryo Bagus Raditya, pengajar pada Jurusan Etnomusikologi Institusi Seni Indonesia Yogyakarta, menilai penggunaan lirik yang nakal atau cenderung porno memang menjadi semacam trik dalam dangdut berirama koplo. Di sisi lain, penyikapannya tak bisa dilakukan secara pukul rata karena setiap daerah punya derajat kepekaan berbeda. Buntutnya, pencekalan hanya terjadi di daerah tertentu. “Apakah sedang terjadi kebangkitan politik moral atau apa di daerah tersebut,” ujarnya.



Reporter: Pasti Liberti Mappapa, Sudrajat
Penulis/Editor: Sudrajat
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.