INTERMESO

Dengan Prangko
Lawan Blokade Belanda

Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan tokoh lainnya dibuatkan prangko bersanding dengan para presiden Amerika. Alat propaganda melawan Belanda.

Aneka prangko di masa awal kemerdekaan turut dipamerkan di Galeri Foto Jurnalistik Antara hingga 19 September 2016.

Foto: Pasti Liberti Mappapa/detikX

Rabu, 24 Agustus 2016

Hidup berbeda abad, memimpin negara di beda benua, namun Presiden Sukarno dan Presiden Amerika Serikat George Washington bersua dalam sebuah prangko. Potret Bung Karno berpeci menjadi ilustrasi prangko berwarna ungu dan cokelat-perunggu dengan tulisan Repoeblik Indonesia. Pada pojok atas prangko bernilai Rp 1 itu inset George Washington diletakkan.

Sekondan Bung Karno, Hatta, tak ketinggalan. Dia disejajarkan dengan tokoh negara Abang Sam lainnya, Abraham Lincoln. Wajah Bung Hatta dipakai pada prangko Rp 40 sen dengan warna dasar biru dan kotak warna cokelat. Insetnya wajah Abraham Lincoln, yang menjadi presiden ke-16 Amerika Serikat. Prangko-prangko tersebut dipamerkan di Galeri Foto Jurnalistik Antara (GJFA) beserta beberapa prangko lainnya dan sejumlah foto zaman revolusi kemerdekaan.

Bung Karno disejajarkan dengan Washington sebagai tokoh yang mendeklarasikan kemerdekaan masing-masing negara sekaligus presiden pertama."

Direktur GJFA Oscar Motuloh menyebutkan prangko-prangko tersebut bermula dari instruksi perwakilan Indonesia di New York, Amerika Serikat, pada perusahaan prangko J & H Stolow Inc, yang terletak di Wina, Austria, untuk menyiapkan seri prangko untuk Republik Indonesia. Order yang dilakukan pada 1948 ditujukan untuk keperluan propaganda.

"Prangko dinilai sebagai alat propaganda yang menarik untuk melawan blokade Belanda," kata Oscar kepada DetikX. Meskipun, ujarnya, majalah Indonesia Affairs menyebut prangko itu juga akan diterbitkan di Indonesia.

Lalu mengapa ada inset Washington dan Lincoln di kedua prangko tersebut. Oscar menafsirkan, Bung Karno disejajarkan dengan Washington sebagai tokoh yang mendeklarasikan kemerdekaan masing-masing negara sekaligus presiden pertama. "Hatta sepertinya diinterpretasikan sebagai tokoh pemikir seperti Lincoln," ujar Oscar.

Sukarno di depan rumah mendiang George Washington di Mt. Vernon, Virginia
Foto: dok. LIFE

Sejatinya, selain Sukarno-Hatta, tokoh lainnya dibuatkan prangko dengan padanan Presiden AS. Sebut saja Sutan Sjahrir dengan Thomas Jefferson. Agus Salim dengan Benjamin Franklin dan A.A. Maramis dengan Alexander Hamilton.

Prangko pertama dengan ejaan Repoeblik Indonesia diterima dari percetakan pada Januari 1949. Sedangkan seri dengan ejaan baru "Republik" dikirimkan pada September 1949. Prangko dengan tulisan ejaan baru ada yang menampilkan gambar pesawat terbang dengan tulisan "Tetap Merdeka" dan penari Bali. "Saat penyerahan kedaulatan, prangko-prangko juga dibubuhi cetak tindih RIS Djakarta," kata Oscar. Tapi tak semua prangko dicetak di Wina, ada juga prangko yang dicetak pada percetakan E.A. Wright Bank Note Company di Philadelphia, Amerika Serikat.


Foto: Pasti Liberti Mappapa/detikX



Bila merujuk otobiografi Sukarno yang dituturkan kepada wartawan Amerika, Cindy Adams, Sukarno Penyambung Lidah Rakyat, di situ diakuinya bahwa Sukarno banyak terinspirasi oleh para bapak pendiri Amerika, seperti George Washington, Thomas Jefferson, dan Abraham Lincoln. “Masa mudaku kupergunakan untuk memuja pahlawan-pahlawan Amerika,” ujarnya. “Aku merasa dekat dan bersahabat dengan Thomas Jefferson.” Konon, selama tinggal di ruang tamu Gedung Agung, Yogyakarta, 1946-1949, Sukarno memajang foto Abraham Lincoln yang berewokan.

Masa mudaku kupergunakan untuk memuja pahlawan-pahlawan Amerika. Aku merasa dekat dan bersahabat dengan Thomas Jefferson."

Bukti lain bahwa Sukarno dekat dengan Amerika diperlihatkan saat pembukaan Konferensi Asia-Afrika di Bandung, 1955. Kala itu dia dalam pidatonya menyitir kisah kepahlawanan Paul Revere. Juga pernah melakukan lawatan selama 19 hari ke Amerika Serikat. Sebuah kunjungan kepala negara terlama yang pernah dilakukan di Amerika. Selama di sana, selain ke Hollywood, Sukarno sempat berziarah ke makam Washington.

Kolektor prangko Judi Arto mengungkapkan, masa itu sebenarnya bisa saja prangko dicetak di dalam negeri, tidak di Wina maupun Philadelphia. Mencetak prangko di luar negeri, kata dia, menampilkan pesan ke dunia bahwa negara Indonesia sudah eksis walau Belanda masih enggan mengakui. "Segala macam cara harus dilakukan untuk mempromosikan Indonesia merdeka. Prangko-prangko merekam sejarah itu," kata Judi saat ditemui di sebuah toko barang antik di kawasan Pasar Baru, Jakarta.


Foto: Pasti Liberti Mappapa/detikX

Meski demikian, prangko-prangko tersebut akhirnya ada yang tidak digunakan karena saat itu pimpinan Kantor Pos masih dikuasai warga negara Belanda. "Mereka menghalangi dipergunakannya prangko-prangko cetakan Wina karena prangko-prangko tersebut dengan jelas tercantum kata-kata Repoeblik atau Republik Indonesia," ujar Judi.

Judi pun menuturkan prangko bergambar Sukarno-Washington dan Hatta-Lincoln yang dikoleksinya saat ini tak bernilai besar. Pasalnya, prangko yang didapatkannya pada tahun 1980-an itu sebenarnya tak pernah dipergunakan secara resmi. "Nilai ekonomisnya tidak tinggi. Mungkin ratusan ribu saja. Karena dicetaknya cukup banyak dan tidak digunakan," katanya.


Reporter/Penulis: Pasti Liberti Mappapa
Editor: Sudrajat
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.