INTERMESO

Tuan Cornelis, ‘Pahlawan’ bagi
Belanda Depok

Tak ada yang tahu wajahnya, tak ada yang tahu pula di mana makam Cornelis Chastelein.

Gereja tertua di Depok. Dulu dibangun untuk komunitas Belanda Depok, tapi kini telah menjadi GPIB Immanuel dengan beberapa kali renovasi.

Foto: Pasti Liberti/detikX

Selasa, 18 Oktober 2016

Sosok Cornelis Chastelein bagi anggota komunitas 12 marga keturunan bekas budaknya di Depok, Jawa Barat, dianggap hampir serupa dengan juru selamat. Lewat surat wasiatnya, mantan pejabat Kongsi Dagang Hindia Timur atau Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) pada abad ke-17 itu bukan hanya membebaskan budak-budaknya, satu tindakan revolusioner kala itu.

Namun dia juga mewariskan lebih dari 1.000 hektare tanah miliknya di Depok, yang berbatasan dengan wilayah selatan Jakarta, kepada para mantan budaknya. Kenangan baik akan Chastelein itu dilestarikan, tersimpan, dan diwariskan turun-temurun di antara keturunan para bekas budaknya.

Saya juga heran mengapa saat itu budak-budaknya tak mencari tahu jenazah tuannya dikuburkan di mana."

Tapi jangan tanyakan kepada anggota komunitas yang kini berjumlah 800 keluarga itu seperti apa tampang atau bentuk fisik Cornelis Chastelein. "Tak ada satu pun lukisan wajah Chastelein sepanjang dia hidup," ujar Ketua Bidang Aset Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Ferdy Jonathans, kepada detikX di kantor YLCC, Depok, Selasa, 11 Oktober.

Buat Ferdy, fakta tersebut mengherankan. Enam tahun terakhir hidupnya, Chastelein menjabat komisaris penasihat Raad van Nederlands-Indie, yang kedudukannya setingkat di bawah penguasa tertinggi. Lazimnya, pejabat-pejabat VOC memiliki gambar diri. Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Johannes Camphuijs, yang juga sahabat Chastelein, dilukis dengan sangat baik. 

Seorang pemuda Depok memakai ikat kepala sedang bersantai di teras rumah.
Foto: repro foto Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein

"Hanya ada satu gambar, itu pun dilukis dari jauh dan tak memperlihatkan wajahnya," kata Ferdy. Gambar yang dimaksud Ferdy adalah lukisan Chastelein di rumah peristirahatannya di Seringsing (Srengseng).

Lukisan itu dibuat seniman dan penulis pengelana Cornelis de Bruijn saat mengunjungi Batavia pada 1706. Dalam bukunya, Reizen over Moscovie door Persie en Indie, De Bruijn menuliskan perjalanannya ke Batavia, termasuk mengunjungi tanah pertanian Weltevreden (sekarang wilayah Sawah Besar, Jakarta Pusat) milik Chastelein. Dari Weltevreden, Chastelein membawa De Bruijn mengunjungi Seringsing, yang ditempuh menggunakan sampan dengan melawan arus Kali Ciliwung.

Tempat peristirahatan Cornelis Chastelein di Srengseng (Lenteng Agung) dibangun pada 1966.
Foto: repro foto Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein

Saat tiba di Seringsing inilah De Bruijn melukis Cornelis Chastelein dari kejauhan. Chastelein digambarkannya memakai celana model rhinegrave yang lebar dan menggantung longgar seperti rok, membawa tongkat, dan mengenakan topi. Tampaknya Chastelein sedang memandang ke arah lahan pertanian dan ternak-ternaknya sambil dipayungi salah satu budak dengan latar belakang rumah peristirahatan. Inilah satu-satunya gambar Chastelein yang dikenal luas.

Dalam kunjungan singkatnya ke Seringsing itu, Cornelis de Bruijn masih sempat melukis dua orang budak perempuan Chastelein yang bernama Leonora van Bali dan Cecilia van Batavia. Dua perempuan ini justru dilukis seluruh tubuh dari jarak yang cukup dekat. Tak hanya soal gambar wajah.

Di mana makam Chastelein pun tak ada yang tahu. Dia wafat di Batavia pada 28 Juni 1714 pada usia 56 tahun setelah tertular wabah penyakit yang melanda Batavia kala itu. "Saya juga heran mengapa saat itu budak-budaknya tak mencari tahu jenazah tuannya dikuburkan di mana," kata Ferdy.   

Surat wasiat terakhir Cornelis Chastelein yang dibuat pada 13 Maret 1714. Melalui surat ini Chastelein memerdekakan budak-budaknya dan mewariskan tanah di Depok.
Foto: repro foto Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein

Buku Jejak-jejak Masa Lalu Depok dengan judul asli Sporen van het verleden Depok, yang ditulis Jan-Karel Kwisthout, menyebut Chastelein sempat berpesan supaya dimakamkan di Rijswijk (sekarang wilayah Jalan Veteran, Jakarta), bukan di Seringsing atau Depok. Menurut Jan-Karel Kwisthout, Chastelein ingin mencegah makamnya menjadi tempat ziarah bagi orang-orang Kristen dan para budaknya. "Mungkin saja pesan itu tidak terlaksana karena sepertinya tidak ada makam Chastelein di sana (Rijswijk)," ujar Ferdy.

Ahli kebudayaan dan sastra Belanda dari Universitas Indonesia, Lilie Suratminto, punya analisis soal tak adanya foto atau lukisan Chastelein. Lilie menduga hal itu terkait dengan kepercayaan yang dianut Chastelein. "Chastelein penganut aliran Protestan yang konservatif cenderung kaku. Ia tidak boleh menggambarkan diri karena keyakinannya itu," ujar Lilie.

Lilie menemukan fenomena yang hampir mirip kala meneliti batu nisan VOC di Batavia. Orang-orang Belanda yang menganut Kristen Protestan konservatif pada nisannya tak boleh dituliskan nama.


Reporter/Penulis: Pasti Liberti Mappapa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.

SHARE