INTERMESO

Ali di Antara Ahok dan Sandiaga Uno

Menjadi staf lokal KBRI di Paris, Prancis, sejak 1970-an, Ali berkesempatan melayani semua Presiden RI, kecuali Sukarno.

Alijullah Hasan Jusuf bersama Sandiaga Uno

Foto: dok. pribadi

Kamis, 27 Oktober 2016

Salju yang turun dengan lebat mengiringi kedatangan Bung Hatta dan istrinya, Rahmi, pada Desember 1972. Mereka mampir di Paris setelah Bung Hatta menjalani cek kesehatan di Leiden, Belanda. Keduanya berencana menemui salah satu istri Sukarno, Ratna Sari Dewi, yang menetap di kota itu. Alijullah Hasan Jusuf mendapat tugas menjemput di Bandara Le Bourget mendampingi Susiono, salah satu staf KBRI bidang protokol. "Saya sampai tak bisa tidur karena takut terlambat menjemput (sang) proklamator," kata Ali mengisahkan kepada detikX, Rabu, 26 Oktober 2016.

Ia mengaku sangat tegang, bahkan merinding, selama menunggu di ruang VIP. Tangannya sontak gemetar ketika melihat Bung Hatta mulai memasuki ruangan. Tak pernah terbayangkan dia sebagai anak kampung bisa menyalami proklamator. Apalagi kemudian Bung Hatta memilih naik Peugeot 204 yang dikemudikan Ali, bukan Mercedes-Benz yang resmi disiapkan Kedutaan. "Mercedes yang dikemudikan sopir Kedutaan, Boskin Angelo, hanya untuk membawa barang beliau," ujar Ali.

Selama perjalanan menuju Hotel George V, Bung Hatta menanyakan asal-usul Ali. Di sela percakapan, Susiono menyebut Ali pernah terbang tanpa tiket ke Amsterdam dan Paris. Bung Hatta hanya tersenyum. Namun istrinya terheran-heran. "Bagaimana kejadiannya sampai begitu?" ujar Ali menirukan Rahmi. Ali tak sempat menjawab pertanyaan itu karena mereka sudah tiba di Champs-Elysees, kawasan tempat Hotel George V berdiri.

Alijullah Hasan Jusuf bertemu dengan Ahok di Balai Kota Jakarta.
Foto: dok. pribadi


Daud Beureueh sengaja dikirim liburan keliling dunia oleh Presiden Soeharto agar tidak terlibat dalam kampanye Pemilu 1971.”

Rasa penasaran Rahmi Hatta rupanya tak padam. Esok paginya, Ali diundang ikut sarapan. Rahmi memancingnya untuk menceritakan penyelundupannya ke Belanda. "Saya hanya tersenyum dan bilang nanti saja saya tulis cerita itu," kata Ali. Bung Hatta lantas menyela dan meminta istrinya tidak menanyakan kisah itu lagi. Ali diminta segera menjemput Dewi ke apartemennya di Avenue Montaigne.

Kembali Ali diserang rasa gugup. Jantungnya berdegup kencang karena harus berhadapan dengan mantan ibu negara yang terkenal dengan kecantikannya itu. Selama ini ia hanya mengenal Dewi dari foto-foto di majalah. Dewi muncul dan langsung menyapanya dalam bahasa Prancis. Setelah membalas salam dengan bahasa Prancis juga, Ali yang kikuk minta izin berbicara dalam bahasa Indonesia. "Setelah di mobil, saya curi pandang lewat kaca spion. Benar-benar cantik," katanya.

Sejak kuliah di Sorbonne, Ali nyambi sebagai staf lokal di KBRI di Paris. Tugasnya antara lain menjemput dan menemani tamu-tamu penting Kedutaan. Saat berlangsung perundingan damai untuk Vietnam di Paris, Ali pernah menemani dan mengantarkan Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat Syarif Thayeb berkeliling Kota Paris. Syarif berada di Paris dalam rangka mendampingi Menteri Luar Negeri Adam Malik.

Saat mereka kongko di Cafe de la Paix, Syariflah yang pertama kali menyarankan agar kisah hidup Ali dibukukan. Rupanya kemudian Syarif menceritakan kisah Ali itu ke delegasi Indonesia yang antara lain terdiri atas Adam Malik dan begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo. "Pak Adam juga menyuruhku menuliskan cerita itu," kata Ali.

Dari Paris, Alijullah Hasan Jusuf berkampanye mendukung Ahok.
Foto: dok. pribadi

Salah satu tugas yang juga tak bisa dilupakannya adalah saat menjemput Daud Beureueh. Beureueh bagi orang Aceh dianggap sebagai pahlawan besar. Apalagi rumah Ali di Blang Paseh dan kampung Beureueh hanya berjarak tak sampai 10 kilometer. "Kini kami bertemu di Paris, yang jaraknya 15 ribu kilometer dari kampung kami," ujar Ali. Beureueh sempat tak percaya ketika Ali menyebut berasal dari Blang Paseh. "Biasanya kan pelaut, pembuat garam, paling banter pedagang ikan."

Beureueh sengaja dikirim liburan keliling dunia oleh Presiden Soeharto agar tidak terlibat dalam kampanye Pemilu 1971. Sesuai dengan instruksi Duta Besar Askari, Ali membawa Beureueh mengunjungi Château de Vaux-le-Vicomte, yang terletak sekitar 55 km sebelah tenggara Paris, dan ke beberapa tempat bersejarah lainnya. "Rombongan Abu Beureueh seharusnya dua malam berada di Paris, tapi Dubes minta kepada Presiden agar diperpanjang jadi empat malam," kata Ali.

Tinggal di Paris sejak awal 1970-an dan menjadi staf lokal di KBRI di Paris menjadikan Ali satu-satunya pegawai Kedutaan yang pernah melayani Presiden Soeharto hingga Joko Widodo. “Iya, saya staf lokal KBRI Paris yang melayani semua Presiden Indonesia yang ke Paris kecuali Presiden Sukarno,” ujarnya.

* * *

Sebagai staf lokal KBRI, Ali menjalin relasi dan pertemanan dengan banyak orang, tak terkecuali pelajar Indonesia di Paris. Mereka malah menjulukinya “Lurah Paris”. Salah satunya karena Ali sudah puluhan tahun tinggal di kota itu. "Sebenarnya gelar itu awalnya milik salah seorang Atase Pertahanan. Ketika ia pindah, warisan gelar itu saya minta," kata Ali tertawa saat berbincang dengan detikX, Rabu, 26 Oktober.

Saya berteman dengan Sandiaga, bersimpati terhadap Anies, tapi untuk Jakarta diperlukan orang seperti Ahok."

Salah satu pelajar yang kemudian menjadi sahabatnya adalah Sandiaga Uno. Pengusaha muda yang kini menjadi calon wakil gubernur itu mengambil gelar doktor di Universitas Sorbonne. "Saya kadang menemani dia jalan-jalan," kata Ali.

Dihubungi terpisah, Sandiaga menilai Ali sebagai sosok yang ulet, ramah, juga nekat dan edan. "Ciri-ciri pengusaha sukses sebetulnya," ujar Sandiaga.

Bersama Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Paris, awal Desember 2015.
Foto: dok. pribadi

Meski kenal baik Sandiaga, untuk memimpin Jakarta, dia menilai figur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih pantas. Menurut Ali, Jakarta memerlukan pemimpin yang berkarakter keras seperti Ahok. "Saya berteman dengan Sandiaga, bersimpati terhadap Anies, tapi untuk Jakarta diperlukan orang seperti Ahok," kata Ali.

Dengan Ahok, dia mengaku baru bertemu pada Oktober 2015. Saat itu Ali berada di Jakarta dalam rangka peluncuran buku pertamanya, Penumpang Gelap: Menembus Eropa tanpa Uang. Sebagai pengagum Ahok, ia datang ke Balai Kota untuk menyerahkan buku tersebut sebagai cendera mata. Tapi staf Gubernur sempat menolak mempertemukannya dengan Ahok secara khusus. Tak hilang akal, ia mencegat sang gubernur sesaat baru tiba di Balai Kota.

"Siapa kamu?" Ahok bertanya. Ali menjawab, "Saya Lurah Paris." Tanpa diduga, Ahok mempersilakan Ali masuk ke ruang kerja. Setelah menjawab pertanyaan sejumlah wartawan, mereka kemudian berdiskusi soal sungai di Paris dan Jakarta. Kepada sang gubernur, dia mengusulkan agar sungai di Jakarta dibuat seperti Sungai Seine di Paris. Namun Ahok menyatakan hal sangat sulit diterapkan. "Orang Indonesia ketemu sungai malah buang sampah. Sulit membandingkan Paris dengan Indonesia," ucap Ali menirukan Ahok.


Reporter: Pasti Liberti Mappapa, Erwin Dariyanto
Penulis: Pasti Liberti Mappapa
Editor: Sudrajat
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.

SHARE