INVESTIGASI

Uang Asing untuk Pendamping

Gaji untuk pendamping desa Rp 1,8 triliun berasal dari pinjaman Bank Dunia. Sisa utang yang belum digunakan dalam PNPM era SBY.

Foto: Ari Saputra/detikcom

Rabu, 30 Maret 2016

Gaji di atas upah minimum regional bagi seorang tenaga pendamping desa tentu menggiurkan. Wajar jika ribuan orang kepincut mendaftar.

Informasi yang diperoleh dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes) menyebutkan gaji seorang pendamping lokal sebesar Rp 2,7 juta, sedangkan untuk tingkat kecamatan mencapai Rp 3,5 juta per bulan.

Adapun di tingkat kabupaten gajinya Rp 7,5 juta per bulan. Dan pendamping di tingkat provinsi mendapatkan Rp 14 juta per bulan.

Itu bagian dari pendanaan PNPM. Jadi ini bukan sesuatu yang baru."

Urusan gaji yang lumayan itu akhirnya jadi rebutan. Banyak pendaftar kecewa karena rekrutmen tenaga pendamping desa dianggap tidak transparan. Apalagi banyak yang sebelumnya aktif sebagai fasilitator Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di pedesaan yang tidak lolos.

Kekecewaan fasilitator PNPM yang tidak lolos seleksi cukup beralasan. Pasalnya, dalam surat yang dikeluarkan organisasi Bank Dunia yang diperoleh detikX disebutkan terdapat kesepakatan dengan Kemendes untuk tidak menghambat tenaga ahli dan pendamping desa PNPM yang telah bekerja dan dikontrak hingga 31 Maret 2016.

Wakil Presiden Jusuf Kalla membuka Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan dan Pemberdayaan Desa di Jakarta, Senin, 22 Februari 2016.
Foto: Agung Pambudhy/detikcom

Surat setebal lima halaman yang dikeluarkan Bank Dunia tertanggal 5 Februari 2016 itu menanggapi permintaan Kemendes untuk mengalokasikan pendanaan lembaga tersebut buat gaji pendamping desa dan dukungan teknis terkait.

Dalam surat itu disebutkan Bank Dunia menyetujui penggunaan dana Rp 1,8 triliun untuk semua pendamping desa, termasuk pendamping lokal desa.

Dini Sari Djalal, Senior Communicate Officer World Bank, saat dimintai konfirmasi detikX membenarkan adanya permintaan dana dari Kemendes ke Bank Dunia. "Itu bagian dari pendanaan PNPM. Jadi ini bukan sesuatu yang baru," katanya.

PNPM dimulai pada 2012. Program tersebut kemudian ditutup pada akhir 2014 karena akan dilanjutkan oleh program Undang-Undang Desa.

Petani memulai masa tanam padi
Foto: Rachman Haryanto/detikcom

"Pada Juni 2015, program tersebut mengalami restrukturisasi, sesuai dengan pemindahan program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dari Kementerian Dalam Negeri ke Kementerian Desa," ujar Dini.

Tapi penutupan PNPM dimundurkan dari akhir Desember 2015 menjadi akhir Desember 2016. Hal ini dilakukan untuk memberi waktu kepada Kemendes buat menjalankan kegiatan-kegiatan penutup dan mengelola transisi dari PNPM ke program Undang-Undang Desa.

Dana dari Bank Dunia tersebut, kata Dini, digunakan untuk membiayai program pendampingan, termasuk dalam kegiatan yang telah diajukan. Dana itu alokasinya lewat Kementerian Keuangan, bukan lewat Kemendes.

Ahmad Erani Yustika, Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendes, menampik anggapan bahwa kementeriannya mengajukan permohonan pinjaman kepada Bank Dunia untuk program Dana Desa.

Menurut Erani, dana desa semuanya rupiah murni. "Tahun lalu dana desa sebesar Rp 20,7 triliun merupakan rupiah murni. Enggak ada utang atau hibah,” kata Erani. Sedangkan dalam PNPM, ujar Erani, biaya program pembangunan dan pendampingannya berasal dari utang. Setiap tahun pemerintah berutang Rp 9-10 triliun.

Tahun lalu dana desa sebesar Rp 20,7 triliun merupakan rupiah murni. Enggak ada utang atau hibah.

Ahmad Erani Yustika

Dikatakan Erani, sisa utang PNPM yang lalu itu sekarang diperintahkan oleh Kementerian Keuangan untuk digunakan buat membiayai tenaga pendamping desa. "Jadi kami dalam posisi yang diperintah oleh Kementerian Keuangan. Karena bunga sudah berjalan, fee sudah dibayar. Dan pemanfaatan itu tidak bisa kecuali untuk pembangunan desa," ujarnya.

Meski begitu, Erani mengakui, pihaknya dua kali berkirim surat dan satu kali melakukan pertemuan dengan Bank Dunia terkait utang tersebut. Isi surat tersebut, dikatakan Erani, adalah bagaimana anggaran ini hendak dijalankan atau dipakai, bukan dalam rangka negosiasi perjanjian utang.

Musim kemarau panjang mengakibatkan kekeringan lahan persawahan di daerah Cibarusah, Cikarang, Jawa Barat. Warga pun harus mencari sumber air karena sumur-sumur warga kering.
Foto: Grandyos Zafna/detikcom

Sebab, sebelumnya Kemendes bersurat ke Kemenkeu sebanyak dua kali. Isinya, Kemendes berkeberatan jika harus menggunakan utang untuk biaya pendamping desa. Tapi, karena tidak ada dana untuk pendamping desa, Kemenkeu kemudian meminta Kemendes menggunakan dana sisa PNPM, yang besarnya Rp 1,8 triliun.

Namun, saat dimintai konfirmasi detikX, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani justru menyatakan sebaliknya. Menurut Askolani, Kemenkeu tidak pernah memberikan masukan ke Kemendes soal utang Bank Dunia. Sebab, Kemendes-lah yang punya kewenangan untuk menggunakan anggaran tersebut.

Sementara itu, anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat, Yudi Widiana, mengatakan utang dari Bank Dunia digunakan untuk membayar para pendamping desa yang dulu berkecimpung di PNPM sampai Maret 2016. Sebab, Kemendes belum punya pendamping desa untuk level kecamatan.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menyebutkan jumlah eks pendamping dari PNPM totalnya 40 persen dari kuota pendamping desa yang dibutuhkan. Tiap kecamatan membutuhkan 3-5 tenaga pendamping.


Reporter: Ibad Durohman, Bahtiar Rifai, Isfari Hikmat
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Investigasi mengupas isu panas terbaru yang mendapat perhatian besar publik secara mendalam. Isu ini mencakup politik, hukum, kriminal, dan lingkungan.