INVESTIGASI

Kisah Desertir Marinir dan Ganja 3,8 Ton

Kasus ganja 3,8 ton di rest area ruas tol Jagorawi melibatkan seorang desertir TNI Angkatan Laut yang kini masih jadi buron. Pelaku terakhir terlacak di Stasiun Cicalengka, Bandung.

Foto: Thinkstock

Rabu, 28 September 2016

Yuneka Wedi Putra sampai sekarang masih jadi buruan Kepolisian Resor Bogor. Desertir Marinir berpangkat prajurit kepala ini disebut sebagai pemilik ganja seberat 3,8 ton yang ditemukan di rest area Sentul II jalan tol Jagorawi pada Minggu, 26 Juli 2015.

Dari keterangan sejumlah saksi di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, Yuneka diketahui sebagai pemesan dump truck untuk membawa barang haram berupa ganja dari truk yang terparkir di sebuah tanah lapang di Kampung Dayeuh, Cileungsi.

Namun upaya pengangkutan ganja tersebut digagalkan setelah Jamaludin, sopir dump truck, justru melaporkan paket ganja itu ke polisi. Sayangnya, Yuneka, yang sempat mengawal truk ganja tersebut, keburu melarikan diri dan menghilang hingga sekarang.

Setelah truk datang, Yuneka datang bersama Taufik (terdakwa) pakai mobil Honda Jazz warna putih."

Kepala Satuan Narkoba Polres Bogor Ajun Komisaris Yuni Purwanti Kusuma Dewi saat ditemui detikX di Markas Polres Bogor, Jalan Tegar Beriman, mengatakan Yuneka terakhir diketahui berada di Stasiun Cicalengka, Bandung. Pelacakan dilakukan lewat telepon selulernya.

Namun pengejaran Yuneka kandas. Sebab, polisi mendapati ponsel Yuneka sudah di tangan pemulung. Pria berusia 34 tahun itu diduga telah membuang ponsel merek Samsung miliknya di sekitar Stasiun Cicalengka.

Pengejaran tidak sampai di situ. Rumah Yuneka yang berada di Jambi pun sempat didatangi polisi. Namun Yuneka juga tidak ditemukan. “Saat saya dan tim mendatangi rumahnya, kata istrinya, Yuneka sudah tidak pernah pulang selama dua tahun,” ujar Yuni.

Dengan alasan keamanan, Yuni enggan menyebutkan alamat rumah Yuneka di Jambi itu. Ia hanya bilang, dari Kota Jambi menuju rumah istri Yuneka dibutuhkan waktu empat jam perjalanan menggunakan mobil.

Lahan seluas 500 meter persegi yang dijadikan tempat penitipan truk di Cileungsi.
Foto: Ibad Durohman/detikX

Raibnya Yuneka membuat empunya ganja seberat 3,8 ton semakin tidak jelas. Apalagi majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong pada 8 September 2016 memutus bebas Taufik Hidayat, yang sempat duduk di kursi terdakwa.

Taufik, yang sehari-hari aktif di Organda Kabupaten Bogor, mengenal Yuneka tiga bulan sebelum kasus ganja terungkap. Taufik pulalah yang diminta Yuneka bersama-sama untuk mengawal paket ganja tersebut.

Selain berteman dengan Taufik, Yuneka mengenal Juneb, pemilik tempat cuci mobil Gaul, yang terletak di Kampung Babakan, Desa Dayeuh, Kecamatan Cileungsi. Juneb diketahui sebagai pihak yang dihubungi Yuneka untuk mencarikan truk sewaan.

Dalam kesaksiannya di pengadilan, Juneb mengatakan Yuneka merupakan orang yang menghubunginya untuk mencarikan truk pengangkut paket yang disebutnya sebagai limbah sepatu pada Sabtu pagi, 25 Juli 2015.

Lewat anak buahnya yang bernama Putra, truk pesanan itu pun didapatkan dari Sabar alias Black. Harga sewanya Rp 1 juta.

Saat dikabari soal truk tersebut, Yuneka sempat meminta sistem sewa dengan lepas kunci alias tidak menggunakan sopir. Namun permintaan itu ditolak Juneb dengan alasan tidak lazim sewa truk dengan sistem lepas kunci.

Tempat cuci mobil Gaul
Foto: Ibad Durohman/detikX

Setelah sepakat, Juneb lantas menghubungi Sabar dan meminta membawa truk ke tempat cuci mobil Gaul pukul 16.00 WIB pada hari yang sama.

“Setelah truk datang, Yuneka datang bersama Taufik (terdakwa) pakai mobil Honda Jazz warna putih,” demikian kesaksian Juneb.

Namun, saat tiba di tempat cuci mobil, Yuneka tetap di balik kemudi Honda Jazz. Sedangkan yang turun dari mobil adalah Taufik, yang ditugasi menemani Jamaludin, sopir dump truck sewaan ke lokasi pengambilan barang yang berjarak sekitar 2 kilometer dari tempat cuci mobil.

Saat yang ditemui detikX, Jamaludin bercerita, pria yang diduga sebagai Yuneka mengawal truk yang ia kemudikan ke truk Mitsubishi Fuso warna biru bernopol BL-9003-PD, yang terparkir di sebuah lahan yang berjarak 1 kilometer dari PT Korin.

Tolong ini katanya mau ada yang nitip mobil selama seminggu. Di dalamnya ada kardus."

Dari penelusuran detikX, lokasi parkir truk pengangkut ganja terletak di Jalan Raya Narogong Km 26 Nomor 37, Desa Dayeuh, Kecamatan Cileungsi. Lokasinya bersebelahan dengan bengkel bubut Karya Jaya Manunggal.

Area yang digunakan parkir truk Fuso itu milik Haji Iduh (almarhum), warga Desa Dayeuh. Di lahan itu sebelumnya berdiri tempat pengisian air bersih sejak 2009. Namun usaha tersebut bangkrut beberapa tahun kemudian.

Belakangan, lahan seluas 500 meter persegi yang memiliki gerbang selebar 4 meter itu dijadikan tempat penitipan truk. Untuk menjaga lahan tersebut, Iduh menunjuk Salam, yang kebetulan memiliki warung di depan lahan itu.

Informasi yang diperoleh detikX, sebelum truk berpelat nomor BL-9003-PD itu parkir, ada seorang pria bernama Dudung yang ingin menyewa parkir di lahan itu beberapa hari sebelum kasus ganja tersebut terbongkar.

“Pak Salam saat itu sedang di Solo. Jadi yang ngurus anaknya, Japra,” ujar Muhis, penjaga lahan yang baru, saat ditemui detikX, Kamis, 22 September 2016.

Muhis, penjaga tanah kosong yang dijadikan lahan parkir
Foto: Ibad Durohman/detikX

Japra sehari-hari bekerja sebagai tukang bangunan, yang tinggal di wilayah Pasar Meong, Cileungsi. Jaraknya sekitar 2 km dari lokasi mobil berisi ganja terparkir.

Namun, saat didatangi detikX, Japra sedang menggarap proyek di luar kota. Hanya ada Asih, istrinya, yang kebetulan sedang berdagang di depan lahan parkir tersebut.

Asih menegaskan, suaminya hanya dititipi tugas dari Salam yang sedang mudik Lebaran. "Tolong ini katanya mau ada yang nitip mobil selama seminggu. Di dalamnya ada kardus," begitu kata Salam kepada Japra seperti ditirukan Asih.

Soal kesepakatan harga sewa parkir truk di lokasi itu, menurut Asih, merupakan urusan Salam dengan penyewa. Yang Asih tahu dari Japra, harga sewa yang disepakati Rp 700 ribu atau Rp 1 juta untuk sewa parkir truk selama seminggu.

“Harga pasti saya tidak tahu. Sebab, penyewa langsung mengirim uangnya ke Pak Salam. Saya hanya dikasih Rp 100 ribu dari suami,” ujar Asih.

Dan menurut Asih, tugas suaminya hanya membukakan pintu gerbang dan memberikan kunci gerbang kepada penyewa. Dari penuturan Japra, ada dua orang yang datang bersama truk Fuso berwarna biru itu. Namun Asih tidak ingat namanya.

Sebenarnya, kata Asih, suaminya sempat curiga saat ingin mengecek ke dalam area parkir, tapi tidak diperbolehkan oleh penyewa. Namun Japra tidak berani berbuat apa-apa karena takut.

Dan beberapa jam sebelum polisi datang, Japra sempat dihubungi sang penyewa untuk datang ke lokasi truk Fuso parkir. Namun Japra menolak dengan alasan capek.

Beruntung, Japra tidak menuruti permintaan sang penyewa. Sebab, beberapa jam kemudian puluhan polisi datang menggerebek mobil Fuso yang terparkir itu.

“Suami saya kemudian dijemput polisi saat pasang keramik di rumah adiknya di daerah Kembang Kuning,” ujar Asih.

Warung nasi Bu Salam yang berada di depan tanah kosong yang dijadikan tempat penitipan truk.
Foto: Ibad Durohman/detikX


Japra, menurut penuturan Asih, sempat dibawa polisi beberapa jam dengan alasan mencari petunjuk pemilik truk Fuso tersebut.

Keterangan berbeda dikatakan Kepala Unit Narkoba Polres Bogor Inspektur Dua Asep. Saat ditemui detikX, Asep memastikan Salam dan Inah, istrinya, ada saat penyewa mulai memarkir truk Fuso berpelat BL-9003-PD di lahan itu.

“Waktu itu Salam dan Bu Inah ada. Soalnya, kami sudah mengambil keterangan dari Bu Inah. Dan Bu Inah pula yang menyeduh kopi untuk penyewa,” ujar Asep.

Namun, saat diminta hadir dalam persidangan, Salam dan Inah, yang pergi ke Solo saat kasus ganja terbongkar, tidak kunjung datang. Kini warung milik Inah di depan lahan parkir itu juga telah berpindah tangan ke Japra dan Asih.

Adapun barang lain yang tersisa di dalam truk Fuso tersebut, Asep menyebut, hanya kardus-kardus kosong. Sebab, seluruh paket ganja sudah dipindahkan ke dump truck yang dikemudikan Jamaludin dan diamankan petugas saat di rest area Sentul, Bogor.

Hingga kini, dari mana asal truk Fuso pembawa ganja itu belum dapat dipastikan. Dari pelat nomornya, penyidik menduga truk itu berasal dari Aceh. Polisi sempat datang ke Aceh untuk melacak pemilik truk itu.

Hasilnya, truk itu sebelumnya berpindah-pindah tangan. Awalnya, truk itu dimiliki oleh warga Kampung Gajah Des, Kecamatan Muara, Kabupaten Pidie, Aceh, sebelum dibeli oleh Sayed Mukktar, juga warga Pidie, pada 2009.

Selanjutnya, truk tersebut dijual Sayed kepada Bahrun Yusuf seharga Rp 90 juta karena mengalami kecelakaan pada 2012. Selama dipegang Bahrun, truk itu dipakai untuk angkutan barang Medan-Jakarta.

Terakhir, truk itu dibeli oleh pria bernama Matroni pada Januari 2015 seharga Rp 280 juta. Matroni sudah membayar Rp 100 juta, tapi sisanya belum dibayarkan. Dari tiga pemilik itu, Sayed dan Bahrun dihadirkan ke persidangan.

Namun majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong yang diketuai Bambang Setyawan menilai asal ganja dari Aceh patut dipertanyakan. Sebab, menjelang Lebaran 2015, kecuali yang membawa bahan kebutuhan pokok dan bahan bakar minyak, truk dilarang melintas di jalan raya.


Reporter: Ibad Durohman
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Investigasi mengupas isu panas terbaru yang mendapat perhatian besar publik secara mendalam. Isu ini mencakup politik, hukum, kriminal, dan lingkungan.

SHARE