INVESTIGASI

Transaksi di Musala hingga di Toilet

Transaksi pungli dilakukan di sejumlah titik di Gedung Karya,
Kompleks Kementerian Perhubungan.

Ilustrasi: Edi Wahyono/detikX

Senin, 24 Oktober 2016

Loket Pelayanan Terpadu di Gedung Karya lantai 6, Kompleks Kementerian Perhubungan, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, kini terlihat lebih tertib dan rapi.

Pemandangan ini bertolak belakang dengan kondisi sebelum operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan satuan tugas gabungan Mabes Polri dan Polda Metro Jaya pada Selasa, 11 Oktober 2016.

“Sebelum OTT, di sini padat kayak di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Apalagi di loket Perhubungan Laut,” kata Don, seorang karyawan perusahaan penerbangan yang sedang mengurus izin terbang, kepada detikX, Rabu, 19 Oktober.

Ungkapan senada dituturkan Sohib, pelaut asal Medan yang sedang mengurus perpanjangan ijazah laut.

“Ya, setelah OTT itu, jadi lebih gampang mengurusnya, cepat. Enggak banyak ini-itu. Ini saja tinggal antre bayar, habis itu selesai,” ujar Sohib sambil tersenyum.

Dijelaskan Sohib, sebelum OTT, di lantai 6 banyak berkeliaran calo yang menawarkan jasa pengurusan dokumen atau izin.

Suasana kantor Direktorat Perkapalan dan Kelautan, Kementerian Perhubungan, Jakarta.
Foto: Ari Saputra/detikcom

Para calo biasanya berkeliaran di sekitar musala lantai 6 dan loket Pelayanan Terpadu. Mereka tidak segan menghampiri antrean di depan loket dengan sesumbar bisa menguruskan dokumen lebih cepat dan bebas antre.

Seorang pria yang bekerja di perusahaan perkapalan saat ditemui detikX di Gedung Karya menyebutkan, pungli marak lantaran ada 122 jenis izin di Perhubungan Laut. Dan semua itu mesti melewati tatap muka sekalipun layanan online diklaim Kemenhub sudah diterapkan.

“Tapi sistem online enggak jalan. Jadi semua harus face to face,” ujar pria yang enggan namanya disebut itu.

Ia kemudian mencontohkan, jika ada perusahaan pelayaran atau pemilik kapal yang punya masalah, biasanya mereka melakukan negosiasi supaya syarat yang ditetapkan Kemenhub jadi clear.

“Tarif negosiasi itu tergantung kekurangan yang dimiliki perusahaan pelayaran. Jadi, sebelum melengkapi persyaratan, sudah pasti ada negosiasi dulu,” tuturnya.

Untuk masalah laut, kata sumber tersebut, perizinannya memang melalui satu pintu, yakni di lantai 6. Namun prosesnya harus melewati beberapa pintu, misalnya Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Pencemaran, Kasubdit Status Hukum Kapal, Kasubdit Pendaftaran Kapal, Kasubdit Kepelautan, dan Kasubdit Kelayakan Kapal.

“Setidaknya ada lima subdit untuk pengurusan sejumlah izin. Jadi, kalau ada sekitar 150 jenis izin, tinggal dibagi masing-masing kasubdit saja,” ujar dia.

Buku pelaut
Foto: Bisma Alief/detikcom

Nah, “jatah” para kasubdit ini, kata dia, dikumpulkan lewat Kepala Seksi Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Meizi Syelfia, yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka pungli.

“Ibu Meizi pengepul uang. Kalau ada keperluan dari dirjen, misalnya, Meizi yang mengurusnya,” katanya.

Meizi tidak bertindak sendiri dalam mengumpulkan uang pungli. Ia punya beberapa anak buah yang menjadi pintu masuk uang pungli, salah satunya ahli ukur Direktorat Pengukuran, Pendaftaran, dan Kebangsaan Kapal Kemenhub, Endang Sudarmono.

Kelanjutan dari penggerebekan pada 11 Oktober lalu, polisi menetapkan Meizi, Endang, dan pegawai negeri golongan II-D Abdul Rosyid sebagai tersangka. Ketiganya dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) Huruf a dan b, Pasal 5 Ayat (2) dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12 Huruf a dan b dan/atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sumber itu juga menyebutkan hampir setiap hari memberikan uang kepada PNS Perhubungan Laut saat ditugasi mengurus izin oleh perusahaannya. Sebab, banyak izin yang harus diurus.

“Contohnya, buku pelaut di BNPT harganya Rp 100 ribu, tapi kita harus bayar Rp 350 ribu. Selisih itu nanti mereka catat buat kasubdit sekian, kepala seksi sekian, dan staf sekian,” katanya.

Hampir semua perusahaan perkapalan akan menyetor uang dalam mengurus izin, baik perusahaan yang lengkap syaratnya maupun yang tidak lengkap.

Bila menghadapi perusahaan yang lengkap segala persyaratannya, oknum PNS Kemenhub biasanya akan mengatakan bahwa atasan sedang ke luar kota. Jadi, kalau pengurusannya mau cepat beres, mau tidak mau harus bayar uang pelicin.

Besarannya bergantung pada siapa yang mengurus. Jika lewat calo, harganya akan lebih mahal. “Kalau saya kan memang diutus perusahaan, jadi lebih murah,” kata pria yang sudah tujuh tahun bekerja mengurusi perizinan di perusahaannya itu.

Kapal nelayan bersandar di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, beberapa waktu lalu. Diperlukan banyak izin dari Kementerian Perhubungan bagi sebuah kapal untuk bisa beroperasi.
Foto: CNN Indonesia/Djonet Sugiarto


Soal lokasi transaksi, dia menyebut basement atau di luar gedung, tergantung kesepakatan. Tempat yang paling sering dipakai untuk transaksi adalah area parkir, yang dilengkapi pusat jajanan dan fotokopi.

“Transaksi biasanya di tempat fotokopi di basement B/1 Gedung Karya Kemenhub, yang bersebelahan dengan outlet Pos Indonesia Cabang Kemenhub,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan detikX selama dua hari, yakni pada 19-20 Oktober, tempat fotokopi tersebut masih cukup ramai pasca-OTT beberapa hari lalu.

Banyak orang yang datang untuk memfotokopi berkas-berkas sebelum naik ke loket Pelayanan Terpadu di lantai 6.

Lokasi fotokopi tersebut juga dijadikan tempat nongkrong para PNS di lingkungan Kemenhub. Apalagi pengelola fotokopi juga menyediakan meja dan kursi untuk duduk-duduk.

Beberapa orang berseragam Kemenhub asyik mengobrol dengan sesama PNS dan orang lain berpakaian bebas sambil merokok dan meminum kopi di depan tempat fotokopi.

Namun, saat ditanya apakah lokasi itu sering dijadikan tempat transaksi pengurusan dokumen, seorang pelayan fotokopi yang enggan disebut namanya membantah.

Ruang tunggu di dekat musala gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta
Foto: Ibad Durohman/detikX

Musala Kementerian Perhubungan, Jakarta
Foto: Ibad Durohman/detikX

“Saya tidak tahu itu (transaksi pungli). Ya, di sini ramai karena untuk fotokopi saja sebelum ke atas (lantai 6),” ujar pria berperawakan ceking tersebut.

Ia kemudian menyarankan agar menanyakan hal itu ke kantin Kemenhub atau pusat jajanan yang berada di lantai yang sama.

“Coba Mas nongkrong saja di kantin itu. Biasanya pada makan di situ. Masalah transaksinya di situ atau bukan, saya enggak tahu, he-he-he…,” ucapnya enteng.

Saat detikX mendatangi kantin, suasananya memang sangat ramai meski jarum jam baru menunjukkan pukul 10.00 WIB. Hampir seluruh meja kantin yang berjumlah 30 set meja terisi.

Menurut informasi yang dihimpun dari sejumlah pedagang di lokasi, operasi tangkap tangan yang dilakukan polisi dimulai dari kantin.

Di tempat itu, polisi mencokok beberapa orang yang sedang duduk di kantin. Selanjutnya polisi membawa orang tersebut ke lantai 6.

“Polisi awalnya menangkap empat orang yang sedang makan. Mereka dibawa ke atas (lantai 6),” kata Hasim, tukang sol sepatu, yang mangkal di tempat itu sejak 2004.

Kantin di gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta
Foto: Ibad Durohman/detikX

Adapun Asep, pedagang minuman segar di kantin itu, menampik jika area kantin dijadikan lokasi transaksi.

“Setahu saya, langsung ke lantai 6. Enggak mungkin di sini. Di sini enggak mungkin,” ujarnya.

Lokasi kantin Kemenhub memang menjadi lintasan bagi orang yang hendak naik lift menuju lantai 6. Ada dua pintu lift di kantin tersebut.

Bahkan tidak jarang pungli atau penyerahan uang sogokan terjadi di depan pintu lift.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat ditemui detikX mengatakan lokasi transaksi pungli umumnya di musala dan toilet.

“Dua lokasi itu (musala dan toilet) yang saya dengar sering dijadikan tempat transaksi pungli,” begitu kata mantan Direktur Utama Angkasa Pura II tersebut.

Menteri Budi Karya berharap OTT oleh polisi menjadi shock therapy, sehingga praktek haram itu tidak terjadi lagi.

Namun beberapa orang yang ditemui detikX saat mengurus izin di lantai 6 meragukan hal itu. Mereka mengatakan pengurusan izin tanpa uang sogokan paling hanya bertahan lima bulan.


Reporter: Deden Gunawan, Ibad Durohman
Penulis: Deden Gunawan
Editor: Aryo Bhawono
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Investigasi mengupas isu panas terbaru yang mendapat perhatian besar publik secara mendalam. Isu ini mencakup politik, hukum, kriminal, dan lingkungan.

SHARE