METROPOP

Anak Jadi Fashionista Baik Atau Buruk?

Psikolog anak memperingatkan orang tua agar bijaksana bila ingin menjadikan anaknya sebagai fashionista.

Ilustrasi: Luthfy Syahban

Jumat, 22 April 2016

“Ih, lucunya… cantiknya…. Gemes, deh!”

Begitu komentar sering diberikan pada foto anak-anak yang diunggah di media sosial. Mengunggah foto anak ke media sosial sudah menjadi fenomena yang jamak sekarang ini. Hampir semua orang tua yang memiliki akun media sosial melakukannya.

Banyak alasan mengapa orang tua mengunggah foto anak. Biasanya hal itu dilakukan untuk menyimpan kenangan atau untuk berbagi kabar kondisi si kecil kepada sanak keluarga dan kawan-kawan.

Setelah diunggah, foto-foto akan mendapatkan respons dari lingkaran pertemanan si orang tua. Respons positif akan membuat orang tua bungah. Tidak jarang kemudian hal ini lantas membuat orang tua mendandani si anak agar penampilannya semakin oke untuk dipamerkan di media sosial. Penampilan anak yang menawan akan semakin mendulang pujian.

Ia akan cenderung butuh diyakinkan atas hal-hal yang akan ia putuskan.”

Semakin banyak yang suka dan mendapat banyak pengikut, sang anak pun menjadi terkenal di dunia maya alias menjadi selebritas.

Rani Nikoyama dan Cindy Charlotta mengaku tidak punya rencana menjadikan anaknya sebagai selebritas Instagram. Jayden Twelve Agassi, putra Rani, dan Inaaya Arcilla, putri Cindy, kini menjadi fashionista cilik yang terkenal karena penampilan mereka yang modis. Mereka pun banyak mendapat tawaran untuk menjadi model iklan.

Jayden Twelve Agassi
Foto: dok. pribadi

Bagi Rani dan Cindy, semua terjadi alami begitu saja. Dandan agar penampilan menawan sudah menjadi kebiasaan ibu-ibu muda itu sendiri, yang otomatis membuat mereka mendandani pula anak-anaknya. “Senang saja lihatnya. Anak-anak kalau didandani kan lucu,” kata Rani.

Mengunggah foto anak-anak ke media sosial bagi Rani dan Cindy juga bermula dari iseng dan keinginan mendokumentasikan foto-foto anaknya agar tidak gampang hilang. Mereka juga tidak pernah memaksa anaknya berbusana yang keren. Bahkan tidak jarang anaknya yang masih berusia di bawah lima tahun alias balitalah yang memilih baju-bajunya sendiri.

Namun psikolog anak Nurul Anisa memperingatkan orang tua perlu bijaksana. Menurut Nurul, anak menjadi fashionista sangat mungkin didasari oleh keinginan orang tua, bukan keinginan si anak. “Pada usia 3-4 tahun, anak-anak akan dengan rela dan tidak mungkin banyak perlawanan terhadap orang tua,” kata Nurul kepada detikX.

Inaaya Arcilla
Foto: dok. pribadi

Keinginan menjadikan anak seorang fashionista membuat orang tua akan lebih sering mengatur apa yang seharusnya dipakai oleh anak dan bagaimana ia seharusnya berpakaian. Anak pun kurang memiliki kesempatan untuk menentukan sendiri pakaian yang ingin ia kenakan.

Dampaknya, anak di kemudian hari menjadi kurang mandiri. Anak jadi kurang berani mengambil keputusan untuk dirinya sendiri di berbagai aspek kehidupan. “Ia akan cenderung butuh diyakinkan atas hal-hal yang akan ia putuskan.”

Menjadikan anak sebagai fashionista juga membutuhkan banyak uang. Hal ini secara tak langsung tidak mengajarkan hidup sederhana pada anak. Kalaupun orang tua secara ekonomi sangat berkecukupan, alangkah baiknya jika orang tua tetap mengajarkan hidup sederhana. Dengan begitu, ketika si anak beranjak dewasa, ia mampu menggunakan uang dengan lebih bijaksana, yang berarti mengutamakan yang prioritas.

Jayden dan Inaaya
Foto: dok. pribadi

Selain itu, mengorbitkan anak sebagai fashionista akan membuat anak tumbuh menjadi anak yang kurang memiliki daya juang karena orang tua membiasakan anak dengan kehidupan yang serba-berlebihan, seperti berpakaian atau berdandan secara berlebihan. Anak akan berpikir bahwa orang tua mampu memenuhi keinginannya tanpa ia harus berusaha terlebih dulu.

“Anak akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri jika berpakaian biasa saja, sehingga kepercayaan dirinya lebih disebabkan oleh apa yang ia kenakan, bukan pada kemampuan-kemampuan yang ia miliki,” kata Nurul.


Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Iin Yumiyanti
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Metropop mengupas kehidupan sosial, seni, dan budaya masyarakat perkotaan.