METROPOP

Couple-preneurs
ala Hanum & Rangga

Pasangan suami-istri ini mencetak novel best seller yang jadi langganan untuk difilmkan.

Video: dok. pribadi

Kamis, 26 Mei 2016

Di mana ada Rangga Almahendra, di situ akan ada Hanum Salsabiela Rais. Demikian pula sebaliknya, di mana ada Hanum, di situ pula ada Rangga. Pasangan suami-istri ini menyebut mereka sebagai couple-preneurs.

Couple-preneurs adalah pasangan suami-istri yang mengelola bisnis bersama-sama. Dulu pasangan suami-istri tidak boleh bekerja di kantor yang sama.

Namun tren ini terus bergeser. Sekarang makin banyak suami-istri yang berkarya di bidang dan kantor yang sama.

Sentuhan-sentuhan fakta dan knowledge baru itu lebih banyak dari saya. Tetapi yang sentuhan emosional lebih banyak dari Hanum.”

Rangga merasa cocok menjadi copule-preneurs karena ingin ia dan istrinya banyak menghabiskan waktu bersama. Menjadi couple-preneurs bagi Rangga merupakan salah satu cara untuk membalas pengorbanan Hanum karena telah meninggalkan karier jurnalisnya demi menemani dirinya menyelesaikan kuliah di Austria. 

“Sekarang gantian saya yang ingin selalu ada untuk Hanum. Saya sudah berjanji untuk membantu Hanum. Nah, kenapa kita tidak bisa mencari karier yang sama? Bergabung bersama dengan istri atau suami?” kata Rangga kepada detikx.

Rangga dan Hanum lantas memutuskan menjadi couple-preneurs di bidang tulis-menulis. Mereka menulis novel bersama berdasarkan pengalaman-pengalaman yang mereka jalani bersama ketika merantau di Eropa dan Amerika.

Hasilnya, tiga novel laris telah mereka telurkan, yakni  99 Cahaya di Langit Eropa, Bulan Terbelah di Langit Amerika, dan Faith and the City.

Novel 99 Cahaya sudah dicetak ulang ke-23 kali dan Bulan Terbelah di Langit Eropa sudah difilmkan. Faith and the City sedang dalam proses untuk difilmkan. “Kami sudah tanda tangan untuk filmnya agar bisa difilmkan," jelas Rangga.

* * *

Rangga dan Hanum saat di Amerika Serikat
Foto: dok. pribadi via Facebook

Setiap hari, Hanum dan Rangga biasa bangun pada pukul 04.30 WIB. Begitu bangun, mereka segera salat subuh. Dan saat badan masih segar, mereka lantas membuka laptop untuk menulis bersama.

Di antara ketak-ketik itu, Hanum dan Rangga mengobrolkan apa saja, terutama soal pengembangan ide cerita yang sedang mereka tulis bersama. Tidak jarang obrolan menjadi panas dan mereka kukuh mempertahankan ide masing-masing. “Serulah. Sampai berantem. Tapi, hasilnya, tulisan menjadi lebih baik.”

Mereka baru akan berhenti menulis ketika jam untuk ngantor sudah tiba. Hanum akan pergi ke kantornya, sebuah stasiun televisi lokal di Yogyakarta. Sedangkan Rangga menuju kampusnya, Universitas Gadjah Mada, untuk mengajar. Tidak lupa Rangga akan membawa komputer tabletnya untuk menuliskan ide-ide yang muncul selama ia di jalan ataupun di kampusnya.

Abimana Aryastya dan Acha Septriasa saat syuting film yang diadaptasi dari novel Rangga dan Hanum
Foto: Gus Mun/detikcom

Menulis bagi Hanum dan Rangga bukanlah sebuah pekerjaan. Menulis merupakan panggilan. Hanum dibesarkan dalam keluarga muslim religius. Ayah Hanum, Amien Rais, selain seorang politikus senior, pernah memimpin organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah.

Hanum merasa perlu menceritakan kepribadian ayahnya yang mengagumkan yang belum banyak diketahui orang. Karena itu, ia menulis buku pertamanya, Menapak Jejak Amien Rais, Persembahan Seorang Putri untuk Ayahnya.

Ketika berada di Austria untuk menemani Rangga, Hanum merasakan sebagai minoritas, di mana penganut agama lain sering salah paham terhadap agamanya. Ia merasa perlu menjelaskan Islam. Maka ia pun menuliskan pengalamannya bersama sang suami dalam upaya menjadi agen muslim yang baik di sebuah negara sekuler.

Tulisan Hanum itu kemudian diberi judul 99 Cahaya di Langit Eropa. Inilah karya kolaborasi pertama Hanum dengan Rangga. Dalam novel itu, Rangga banyak berperan dalam memberi sentuhan ilmiah, sedangkan Hanum memberi sentuhan emosional.

“Sentuhan-sentuhan fakta dan knowledge baru itu lebih banyak dari saya. Tetapi yang sentuhan emosional lebih banyak dari Hanum,” kata Rangga.

Rangga menuturkan, dia dan Hanum sama-sama pengagum Dan Brown. Penulis novel The Da Vinci Code itu piawai mengemas fakta dan cerita. Itulah yang diadaptasi dan dimasukkan dalam novel-novel Rangga dan Hanum. Mereka memasukkan elemen sejarah dan fakta. Novel 99 Cahaya mengeksplorasi antara lain sejarah Islam di Eropa.

Hanum dan Rangga dalam sebuah talk show buku mereka
Foto: dok. pribadi via Facebook

Mereka tidak menyangka buku 99 Cahaya di Langit Eropa akan laris manis. Namun, di balik kesuksesan itu, muncul cibiran bahwa buku-buku mereka laris karena faktor Amien Rais. Terhadap komentar miring itu, Rangga menyatakan nama besar tanpa diikuti kualitas yang bagus tidak akan berpengaruh banyak. “Pada akhirnya ada proses seleksi alam. Saya yakin masyarakat sudah cukup cerdas, menilai kualitas produk itu bukan secara subyektif, melainkan secara obyektif."

Setelah buku mereka menjadi best seller, lantas muncul tawaran untuk memfilmkan 99 Cahaya di Langit Eropa. Hanum dan Rangga awalnya tidak membayangkan novelnya akan difilmkan karena setting-nya saja dari empat negara dan sangat kompleks. Namun, suatu ketika, ada rumah produksi yang menghubungi mereka. Hanum merasa keberatan. 

Hanum ragu pesan-pesan yang ia tuliskan dalam novel bisa diterjemahkan ke dalam film. Namun Rangga meyakinkan Hanum. "Menurut Rangga, (novel) harus difilmkan karena syiarnya akan lebih luas, karena enggak semua orang suka buku," ucap Hanum 

Pasangan suami-istri ini lantas sepakat akan memilih rumah produksi yang menyetujui syarat yang mereka ajukan, yakni melibatkan pasangan ini dalam pembuatan film. Hanum dan Rangga meminta agar dilibatkan dalam membuat naskah skenarionya.

“Dari 99 Cahaya Part 1 dan 2, Bulan Terbelah, serta Faith and the City, kami yang mengajukan diri paling tidak draf 1 untuk naskah. Itu untuk memastikan supaya pesan tetap tersampaikan."

Saya selalu ikut kalau Hanum ada talk show penulisan. Dan kalau ada kegiatan kampus, saya selalu melibatkan Hanum. Jadi ke mana-mana bareng.”

Film 99 Cahaya di Langit Eropa rupanya mendatangkan berkah bagi buku-buku mereka selanjutnya. “Kami merasa sebagai salah satu bagian yang dapat blessing saja. Terus kemudian ada PH (rumah produksi) yang mendatangi kami dan jadi makin lebih dekat dengan Gramedia.”

Hanum dan Rangga kini tengah menyiapkan novel baru. Novel ini bergenre fiksi-sejarah dengan setting Andalusia pada masa 1300-1400. Direncanakan tahun depan novel ini rampung.

Dengan menjadi couple-preneurs dalam menulis buku, Rangga merasa ia dan Hanum jadi makin dekat. Pasangan yang belum dikaruniai anak ini menganggap buku-buku mereka sebagai anak-anak yang mereka lahirkan sendiri.

Sukses novel dan film juga membuat Rangga dan Hanum sering diundang untuk menjadi pembicara di berbagai acara. “Kami merasa lebih dekat karena ke mana-mana selalu bersama, baik untuk urusan buku maupun film, semenjak kami punya karya ini.”

“Saya selalu ikut ke mana Hanum pergi kalau Hanum ada talk show penulisan. Dan kalau ada kegiatan kampus, saya selalu melibatkan Hanum. Jadi ke mana-mana bareng, saling menemani."

Dua novel karya Rangga dan Hanum
Foto: dok pribadi via Facebook


Reporter: Melisa Mailoa
Penulis/Editor: Iin Yumiyanti
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Metropop mengupas kehidupan sosial, seni, dan budaya masyarakat perkotaan.