METROPOP

Hidup Berkualitas Setelah Vonis Dokter

Penderita kanker, meski sudah divonis akan segera meninggal, ternyata masih punya peluang untuk bertahan hidup. Bahkan bisa menjalani hidup dengan lebih berkualitas.

Erik melakukan pendampingan yoga di studio yoga miliknya, Pink Studio, Cipete, Jakarta Selatan.
Foto: Rachman Haryanto/detikcom

Rabu, 22 Juni 2016

Awalnya Erikar Lebang mendalami ilmu kesehatan lebih untuk memperbaiki kualitas hidupnya sendiri. Pada 1999, ia mengeluh ada yang tidak beres pada tubuhnya: bangun tidur lemas, tidak berenergi. Mulai pukul 10.00 WIB, ia kehilangan vitalitas. Tidak jarang mendadak ia merasa kedinginan seperti menggigil, dan gigi gemeletukan tanpa sebab jelas.

Penderitaan itu membawa suami penyanyi Nina Tamam ini ke ruang praktek dokter-dokter spesialis. Ia menemui dokter ahli okupasi dan dokter ahli radiologi. Namun tidak ada yang sanggup membawa perubahan pada kondisi Erik. Kesimpulan yang muncul, Erik semata-mata diduga mengalami stres akibat pekerjaan.

Berbekal pola asuh keluarga yang sarat referensi medis, pria yang semasa sekolah menengah atas mengambil jurusan sosial dan tidak bercita-cita jadi dokter ini lantas mencari-cari sendiri berbagai penyembuhan alternatif atas keluhannya.

Mulanya ia mempraktekkan food combining dan rajin berolahraga. Hasilnya, sakit lambung (gastritis) yang divoniskan dokternya sejak Erik berusia 10 tahun lenyap tidak berbekas.

Foto: Rachman Haryanto/detikcom

Sarjana ilmu komunikasi visual Universitas Trisakti, Jakarta, ini lantas semakin rajin mempelajari kesehatan. Ia pun mempelajari yoga Iyengar dan kini menjadi guru yoga Iyengar dengan membuka Pink Studio. Tidak disangka, ilmu yoga yang dipelajarinya justru mampu menyelamatkan ibundanya, yang merupakan seorang dokter.

Dalam menghadapi penyakit berat, prinsip utamanya bukan lagi sekadar sembuh, tapi bagaimana bisa menjalani sisa hidup dengan terhormat, penuh arti, serta tetap penuh daya."

“Kisah sukses terbaik yang pernah saya tangani adalah ibu saya sendiri,” cerita Erik. Usia ibunda Erik diprediksi tinggal hitungan bulan setelah dideteksi menderita kanker paru stadium IV-A. Erik bersyukur ibundanya masih bertahan hidup melampaui prediksi dokter. Bahkan sekarang sudah masuk tahun kelima setelah prediksi kematian yang ditetapkan dokter.

“Sekarang ibu saya jauh lebih sehat dan aktif ketimbang saat dulu dia divonis kanker. Beliau kini menjadi anggota direksi sebuah rumah sakit swasta, padahal ia resminya pensiun sebagai dokter nyaris satu dekade lalu,” kata Erik, yang telah menekuni yoga selama 12 tahun, kepada detikX.


Sebagai akademisi, ibunda Erik rutin membimbing mahasiswa, bahkan rutin terbang ke luar kota dalam membantu mahasiswa di daerah-daerah dalam mencapai impian mereka menjadi dokter.

“Oh ya, beliau juga hobi bepergian ke luar negeri untuk berlibur. Satu pencapaian yang tidak buruk untuk ukuran orang yang divonis usianya tinggal hitungan bulan,” ujar pria berdarah Jawa-Toraja kelahiran 1973 itu.

Ditekankan Erik, dalam menghadapi penyakit berat, prinsip utamanya bukan lagi sekadar sembuh. Tapi bagaimana bisa menjalani sisa hidup dengan terhormat, penuh arti, serta tetap penuh daya.


Menurut Erik, yoga, khususnya Iyengar, bisa membantu penyembuhan kanker karena ia mampu menyatukan tubuh, pikiran, dan jiwa.

Kunci yoga ada pada harmoni. Harmoni bukan melulu terletak pada urusan mental spiritual atau ketenangan batin seperti yang sering disalahsangkakan orang. Yoga juga menyentuh sisi anatomi fisiologi seseorang hingga mencapai kondisi level harmoni.

Saat kondisi harmoni itu tercapai, sel kanker sulit berkembang dalam tubuh seseorang. Bila sel kanker dalam tubuhnya belum aktif, latihan yoga intensif akan menyulitkan kemunculan sel kanker. “Saat sel kanker sudah ada, latihan yoga intensif akan menghambat perkembangan sel kanker dalam merusak sel sehat dalam tubuh.”

Konsep dasar yoga adalah persistensi dalam berlatih. Walau ada delapan tingkatan, yoga populer di dua tingkatan, yakni asana dan pranayama. Tingkatan asana, olah postur, lebih dominan. Jadi, kalau bicara yoga, ya biasanya bicara asana. Terkait asana, memang stimulasi bersifat postural, dengan kata lain anatomis, mampu memberikan efek fisiologis. Bila tingkat ini dijalani berulang dan konsisten, akan memberikan efek menyehatkan atas berbagai macam masalah kesehatan, dari berat sampai ringan.

Foto: Rachman Haryanto/detikcom

Dalam BKS Iyengar, ada istilah ”Yoga will cure what’s not to be endure, and endure what’s not to be cure” (Yoga akan menyembuhkan apa yang tidak seharusnya dipelihara, dan memelihara apa yang seharusnya tidak disembuhkan).

“Kalau tidak mau memelihara penyakit dalam tubuh, ya rutin-rutinlah beryoga. Di sini kata kuncinya rutin! Kata sederhana yang membutuhkan niat, komitmen, kerja keras yang terangkum dalam satu kata determinasi!”       

Erik juga menyarankan penderita kanker dengan atau tanpa yoga berubah jadi pelaku vegetarian berbasis buah dan sayuran segar serta minum hanya air putih berkualitas. “Dalam kasus ibu saya, ini yang diterapkan paralel bersamaan dengan yoga.”

Selain sang ibu, Erik memiliki sejumlah teman yang berhasil pulih dari kanker dan menjalani hidup yang lebih berkualitas dengan beryoga. Salah satunya Dokter Ratih Citra Sari.


Reporter: Melisa Mailoa
Penulis/Editor: Iin Yumiyanti
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Metropop mengupas kehidupan sosial, seni, dan budaya masyarakat perkotaan.