METROPOP

Makin Bahaya
Makin Suka

Mereka tidak takut dipukuli, dilindas mobil, ditembak, ataupun dibakar hidup-hidup. Tidak ingin terkenal.

Udeh Nans saat jadi stuntman untuk The Raid 2

Video: dokumen Udeh Nans

Foto: Agung Pambudhy/detikcom

Senin, 22 Agustus 2016

Udeh Nans merasa badannya seperti dihantam palu Thor saking sakitnya saat syuting untuk film The Raid 2. Dalam film itu, Udeh harus bergelantungan di pintu mobil, lantas ditembak sampai dilindas mobil.

Gareth Evans, sutradara film itu, meminta adegan tersebut diulang sampai tiga kali untuk memastikan mendapat adegan yang paling bagus. Mau tidak mau badan dan kepala Udeh pun harus membentur aspal sampai tiga kali pula.

“Rasanya kayak dihantam palu Thor. Saya tidak bisa bergerak sampai ambulans datang.  Saya juga susah bernapas sampai akhirnya dikasih oksigen untuk membantu pernapasan,” cerita Udeh Nans kepada detikX.

Gareth Evans lantas mendatangi Udeh dan memeluknya sebagai tanda ia puas dengan adegan tersebut.

Video: Tri Aljumanto/detikX

Udeh Nans bukan aktor di film yang dibintangi Iko Uwais dan Yayan Ruhian tersebut. Ia merupakan seorang stuntman alias pemeran pengganti yang namanya tidak dicantumkan dalam kredit film. Namun perannya tidak bisa diabaikan.

Berani menjadi stuntman memang sama saja dengan berani menantang maut. Pekerjaan ini penuh risiko. Ada teman Udeh yang melakukan adegan terjun dari ketinggian hingga meninggal. Ada pula yang kena peluru nyasar saat menunggu giliran tampil di depan kamera.

Yang paling tidak bisa dihindari itu faktor ketiga: apes."

Namun, walaupun pekerjaan itu penuh bahaya, para stuntman tidak jera. Bahkan, semakin berbahaya adegan yang dilakoni, si stuntman semakin suka.

Abah Dinar misalnya. Ia harus mendapat 24 jahitan di kakinya gara-gara beradegan menabrak kaca. Abah mengaku sudah sering mengalami cedera sehingga jahitan sebanyak itu tidak membuatnya trauma. Ia malah semakin tertantang.

“Justru kalau saya punya top record jatuh 20 meter, besoknya saya harus mengalahkan record saya sendiri. Makin berbahaya adegan yang dilakukan, kita makin semangat dan senang,” ujar Abah Dinar, yang baru-baru ini menjadi stuntman dalam acara "Jakarta Metropolitan Police Expo 2016".

Taufik juga mengerti risiko berbahaya yang harus ia hadapi. Tapi risiko itu tidak menyurutkan keinginannya jadi stuntman. Ia telanjur suka film laga dan ingin menjadi aktor laga seperti Jackie Chan. “Kalau melihat film laga tuh keren banget. Seandainya saya bisa ambil bagian, rasanya senang bukan main,” tutur Taufik.

Para stuntman boleh dibilang berani menghadang maut, tapi bukan berarti mereka hanya bermodal nekat. Risiko berbahaya itu bisa dihindarkan dengan sejumlah persiapan. 

Ada tiga penyebab stuntman mengalami cedera, pertama kurang latihan, kedua sarana kurang memadai, dan yang ketiga apes. “Yang paling tidak bisa dihindari itu faktor ketiga: apes,” kata  Udeh Nans.

Untuk faktor kedua, Udeh memperingatkan stuntman tidak boleh melakukan adegan berbahaya tanpa menggunakan alat pengaman. Ia tidak setuju dengan film action di YouTube yang belakangan ini kerap beredar dengan mengusung label  "no safety" atau "real action".



Udeh mencontohkan saat dirinya melakukan adegan stunt untuk sebuah film yang diproduksi hasil kerja sama dengan Singapura. Di tengah hutan belantara, Udeh harus bertarung dengan kobaran api melebar di sekujur tubuhnya. Sebelum adegan ini dilakukan, Udeh sudah dilumuri gel antiapi untuk meminimalkan risiko terbakar.

Untuk faktor pertama, latihan, bagi Udeh dan Abah, tidak bisa ditawar-tawar. Udeh dan Abah bahkan mendirikan Pejuang Stunt Indonesia untuk mewadahi latihan para peminat stuntman. Didirikan tiga tahun lalu dan tidak ada pungutan biaya bagi para peserta. Mereka yang ingin bergabung hanya diberi syarat harus tahan banting, baik fisik maupun mental.

Udeh memang tidak mengawali karier stuntman dengan mudah. Pria asal Pemalang, Jawa Tengah, ini memulai jadi stuntman dari disuruh lari-lari sambil dikejar-kejar atau lari karena akan dilempar barang. 

“Saya selalu ucapkan selamat datang di dunia stunt yang tidak nyaman. Karena kalian enggak akan mendapatkan kenyamanan di pekerjaan ini. Saya sendiri enggak mau buat mereka jadi terlena dan manja,” kata Udeh.


Anggota Pejuang Stunt Indonesia juga ditekankan untuk menghindari kecelakaan saat bekerja. Kecelakaan tidak hanya membahayakan diri sendiri, tapi juga menghambat produksi film.

“Buat stuntman profesional, kalau mengganggu proses produksi, pasti memalukan sekali,” ungkap Udeh, yang pernah menggantikan laga aktor Roger Danuarta.

Pejuang Stunt Indonesia kini memiliki 10 anggota inti dan 50 stuntman freelance. Udeh berharap perusahaan ini dapat membuka peluangnya untuk melebarkan sayap di kancah internasional. Ke depan, Udeh juga berencana menyutradarai film laga. 



Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Iin Yumiyanti
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Metropop mengupas kehidupan sosial, seni, dan budaya masyarakat perkotaan.

SHARE