METROPOP

Karena Kita Pasti Bisa

“Orang jahat akan menang kalau semua yang baik membalas dendam dengan cara yang sama jahatnya.”

Vikra Ijas, salah satu pendiri Kitabisa

Foto: Ari Saputra/detikcom

Selasa, 27 September 2016

Mentari belum lama menyembul di ufuk timur dan Idul Fitri masih sangat pagi ketika beberapa orang mulai menyulut emosi di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, setahun lalu. Imam di lapangan Koramil Karubaga baru saja memimpin takbir ketujuh ketika orang-orang itu menyeru jemaah salat Idul Fitri bubar.

Dengan cepat, ketegangan itu berubah menjadi amuk. Masjid Baitul Muttaqin serta sejumlah rumah dan toko hangus dibakar. Panasnya “bara” Tolikara menyebar ke mana-mana lewat jejaring media sosial, WhatsApp, BlackBerry Messenger, dan sebagainya. Saat para pemuka agama sibuk “memadamkan api” Tolikara, ada sebagian orang yang malah menyiramkan bensin.

Walaupun kami belum bisa menjamin pemakai Kitabisa 100 persen benar, setidaknya mereka telah melalui proses verifikasi.”

Ketimbang ikut menyebar dendam dan menyemai kebencian, komika Pandji Pragiwaksono mengajak semua orang, tanpa memandang agama dan suku, berbuat sesuatu untuk membangun kembali Tolikara.

“Orang baik ada di mana-mana, dalam berbagai rupa. Sama halnya dengan orang jahat,” Pandji menulis di blognya kala itu. Tolikara bukan medan perang, bukan pula lapangan sepak bola, di mana satu serangan dibalas dengan serangan balik. “Orang jahat akan menang kalau semua yang baik membalas dendam dengan cara yang sama jahatnya. Maka jangan biarkan mereka menang.”

Kerusuhan di Toliikara
Foto: Wilpret Siagian/detikcom

Lewat situs penggalangan dana kitabisa.com, Pandji mengajak semua orang ikut membangun kembali Tolikara. Hasilnya tak disangka. Hanya dalam tiga hari, lebih dari Rp 300 juta terkumpul. “Kita sepakat: kita bangun masjid bukan karena yakin tidak akan dibakar lagi. Kita bangun kembali karena itu tanggung jawab kita sebagai saudara sebangsa,” Pandji menulis di akun Twitter miliknya.

Bukan hanya Pandji yang pernah memanfaatkan situs penggalangan dana untuk kegiatan sosial atau crowd funding kitabisa.com. Dian Sastrowardoyo, Indra Bekti, Andy F. Noya, bahkan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil pun pernah menggalang dana lewat Kitabisa.

Kiprah kitabisa.com dimulai oleh Muhammad Alfatih Timur atau kerap disapa Timmy, aktivis sosial dari Universitas Indonesia. Saat itu Timmy bekerja sebagai asisten Profesor Rhenald Kasali di Rumah Perubahan, wadah bagi pengembangan wirausaha sosial. Ketika perusahaan dagang di Internet tumbuh bak jamur di musim hujan, Timmy melihat tak banyak yang menyentuh usaha sosial. Padahal orang Indonesia punya tradisi bergotong-royong untuk mengatasi rupa-rupa masalah.

Suatu kali, Rhenald memperkenalkan Timmy dengan Vikra Ijas, lulusan jurusan pemasaran Universitas Auckland, Selandia Baru. Vikra sendiri sering kali mengalami kesulitan ketika ingin mendonasikan pendapatan untuk amal. Selama ini ia hanya mempercayakan ibunya untuk menyalurkan donasi. Dua tahun lalu, mereka memutuskan mendirikan kitabisa.com.

Foto: Ari Saputra/detikcom

“Di Indonesia, orang lebih banyak berdonasi dengan cara tradisional. Kenapa? Karena mereka enggak tahu mesti ke mana menyalurkan bantuannya. Makanya kami tertantang untuk membuat situs penggalangan dana yang disesuaikan dengan pasar Indonesia,” ujar Vikra.

Kitabisa.com menjadi penghubung masyarakat yang mengangkat sebuah isu dan ide dengan orang-orang yang ingin memberikan kontribusi. Kitabisa.com terbuka untuk semua kalangan, baik itu yayasan, komunitas, maupun individu. Donatur pun dengan bebas menentukan jumlah uang yang hendak disumbangkan.

Timmy, Vikra, dan timnya-lah yang akan memeriksa kelayakan setiap proposal yang disetor lewat Kitabisa. Setiap penggalang dana atau campaigner di kitabisa.com harus melalui proses verifikasi. Mereka mesti melampirkan fotokopi KTP, foto, akun media sosial, dan wawancara jika diperlukan. Proses verifikasi dibutuhkan sebelum penggalang dana bisa mencairkan duit setoran para donatur. Penggalang dana juga wajib membuat laporan penggunaan dana.

“Kami mau membuat penyumbang donasi merasa nyaman. Walaupun kami belum bisa menjamin pemakai Kitabisa 100 persen benar, setidaknya mereka telah melalui proses verifikasi dan ada laporan pertanggungjawaban. Kalau dia tidak melakukan itu, kami bisa menolak mencairkan dana,” kata Vikra.

Kitabisa, menurut Vikra, tak punya niat menggantikan lembaga amal yang telah ada. Situs penggalangan dana sosial seperti Kitabisa justru menjadi pelengkap untuk memudahkan penggalangan dana. Kitabisa.com bahkan sempat berkolaborasi dengan beberapa lembaga amil zakat dan kurban.

Di era digital ini, kata Vikra, mengajak orang melakukan kebaikan dengan cara konvensional kadang kurang kena sasaran. Untuk pengumpulan hewan kurban, misalnya, Kitabisa.com menggunakan cara yang kreatif dengan mengunggah video. Lewat video itu, Kitabisa menunjukkan fakta yang sungguh mengiris hati.

Pandji Pragiwaksono
Foto: Agniya Khoiri/CNN Indonesia

Saat sebagian orang sudah bosan makan daging, tak jauh dari rumah kita, di satu sudut Kota Jakarta, ada seorang pemulung yang tak tahu rasanya daging sapi. Seumur-umur, tak secuil pun daging pernah lewat di lidahnya. “Kami juga surprised…. Sewaktu dia kami ajak makan steak, kami baru tahu ternyata dia belum pernah makan daging sapi. Bahkan saat Idul Adha, dia enggak pernah kebagian daging,” kata Vikra.

Sampai hari ini, Kitabisa.com telah berhasil mengumpulkan dana hampir Rp 40 miliar. Sebagian besar dana yang digalang memang masih didominasi oleh kampanye sosial yang terkait dengan kesejahteraan dan kesehatan. Kitabisa.com berharap dapat merangkul lebih banyak proposal pemberdayaan di bidang usaha sosial-kreatif.

“Kami terkejut melihat banyaknya orang yang turun tangan. Sekarang kami ingin bikin kebiasaan ini menjadi sesuatu yang umum. Kami tak ingin hanya menjadi penyedia platform, tetapi juga sumbernya cerita-cerita baik yang menginspirasi,” ujar Vikra.


Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Metropop mengupas kehidupan sosial, seni, dan budaya masyarakat perkotaan.

SHARE