METROPOP

Masih Banyak Dea
di Jakarta

“Kami saja bantuin, masak Pemerintah Kota Depok tidak.”

Foto: Thinkstock

Selasa, 27 September 2016

Sudah berminggu-minggu Ida, tetangga Dea Adhicita di Cikumpa, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat, tak pulang ke rumahnya. Terakhir kabar yang sampai ke telinga Dea, ibu berusia 27 tahun itu sedang berobat di Banten. Mertua Ida juga tidak menjelaskan penyakit yang diderita menantunya.

Alangkah terkejutnya Dea ketika mendapati Ida kembali dari pengobatan. Ida terbaring lemas dengan tumor sebesar galon air pada lutut sebelah kirinya. Keluarga Ida memang sempat membawanya ke rumah sakit. Namun, disodori angka yang harus mereka bayar, mereka langsung mundur. Biaya yang harus dikeluarkan terlalu mahal sehingga Ida dan keluarganya terpaksa mencari pengobatan alternatif.

“Di rumah kakinya cuma dibalurin daun herbal saja. Mereka mengira itu hanya bisul. Wah, saya pikir ini harus segera dibawa ke rumah sakit,” kata Dea. Prihatin melihat keadaan tetangganya yang semakin mengkhawatirkan, Dea berinisiatif mengumpulkan dana. Apalagi pada saat itu belum ada pengurus rukun tetangga dan rukun warga yang membesuk Ida.

Awalnya mimpi kami kecil…. Eh, melihat animo masyarakat besar sekali, ya sudah, kami bikin bagus saja sekalian.”

Saat bercerita kepada sang suami perihal kondisi Ida, Dea disarankan menggalang dana melalui situs kitabisa.com. Lantaran situs penggalangan dana masih asing di telinganya, Dea tak langsung menjalankan usul suaminya. Setelah membaca banyak orang yang terbantu lewat Kitabisa, Dea baru berubah pikiran.

“Saya sempat tanya ke beberapa teman dokter…. Kata mereka, butuh biaya Rp 50-100 juta untuk menangani kasus Ida. Ya sudah, saya coba dulu buka kampanye di Kitabisa untuk mengumpulkan Rp 50 juta,” kata sarjana lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.

Pengukuran kaki palsu untuk kaki Ida yang diamputasi.
Foto: kitabisa.com

Lewat dua hari, kampanye Dea soal sakit yang diderita Ida menjadi berita viral. Camat Sukmajaya, Kota Depok, Lahmudin Abdullah, mendatangi rumah Ida. Ibu muda itu segera dibawa ke rumah sakit menggunakan mobil ambulans. Biaya perawatan di rumah sakit sampai tindakan amputasi kaki Ida sebesar Rp 80 juta ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Kota Depok.

Walaupun dana yang terkumpul melalui kitabisa.com baru Rp 30 juta, Dea tidak kecewa. Uang itu ia gunakan untuk membeli kaki palsu buat Ida. Saat ini Ida menata kembali hidupnya dan beraktivitas seperti biasa.

“Bantuan dari Pemkot Depok itu karena pengaruh Kitabisa juga. Kami saja bantuin, masak Pemerintah Kota Depok tidak. Sangat mencengangkan, yang sebelumnya tinggal seperti menunggu ajal, sekarang Ida masih ada harapan bisa melanjutkan hidup lagi,” ujar Dea.

Kasus seperti Ida dan Dea membuktikan bahwa empati dan kepedulian kepada sesama belum mati di tengah impitan rupa-rupa persoalan di kota. Tapi kadang Vikra Ijas, salah satu pendiri kitabisa.com, masih tetap takjub terhadap “pahlawan-pahlawan” kecil tapi besar seperti Dea.

“Ternyata kepedulian antartetangga itu masih hidup, ya,” kata Vikra. Sampai detik ini, sudah ada 2.000-an inisiatif yang berhasil didanai lewat Kitabisa. “Trennya memang orang lebih senang ketika ada penggalangan dana untuk personal, orang sakit, atau kasih modal usaha.”

* * *

Tempat penampungan baru buat anjing-anjing setelah terusir dari shelter di Ciledug, Tangerang, Banten.
Foto: Garda Satwa Indonesia via Instagram

Di kota padat seperti Jakarta, ruang hidup makin sempit dan orang-orang saling berimpit. Namun tak lantas tak ada tempat hidup bagi binatang. Bahkan seekor anjing pun punya hak untuk hidup.

Dua tahun sudah Garda Satwa Indonesia membangun shelter penampungan binatang di Ciledug, Kota Tangerang. Namun banyak warga yang tidak suka terhadap kehadiran mereka. Ada yang mengeluhkan gonggongan anjing. Warga juga merasa terganggu oleh bau yang meruap dari kandang anjing. Padahal berbagai macam upaya telah dilakukan sebagai mediasi dengan warga.

“Padahal segala keluhan warga sudah kami penuhi. Anjing yang berisik kita masukin ke dalam. Kita juga buat septic tank baru supaya enggak bau. Tetapi, yang namanya sudah tidak suka, mau bagaimanapun tetap saja tak suka,” kata Anisa Ratna Nasution, Sekretaris Garda Satwa Indonesia.

Puncaknya, 30-an warga melempari kandang anjing di shelter dengan bata conblock dan balok kayu. Bahkan ada yang melemparkan mercon. Akibatnya, satu anjing mati karena tertimpuk bata. Sedangkan anjing lainnya mati karena stres. Anisa dan teman-teman lainnya di Garda Satwa Indonesia pun menyerah. Tak mau ambil risiko, mereka memilih pindah ke tempat yang lebih aman.

Laskar Bintang menggalang dana untuk pembangunan asrama lewat kitabisa.com.
Foto: kitabisa.com

Kebetulan ada sebuah lahan kosong di Depok. Masalahnya, memindahkan 60 anjing dan membangun shelter dari awal bukan perkara mudah. Selain itu, ongkosnya tidak sedikit. Padahal Garda Satwa Indonesia juga harus mengeluarkan dana lebih dari Rp 50 juta untuk biaya operasional.

Anisa teringat pada iklan di Instagram mengenai situs kitabisa.com. Dia membuat proposal kampanye Garda Satwa Indonesia di Kitabisa. Untuk sekadar membangun shelter sederhana, ia menargetkan terkumpul dana Rp 130 juta. Tak dia sangka, banyak orang yang prihatin akan nasib anjing-anjing ini. Bahkan, pada hari pertama kampanye dibuka, sudah ada orang yang menyumbangkan duitnya.

Hingga saat ini, hanya dalam sebulan, Garda Satwa Indonesia telah mengumpulkan donasi lebih dari Rp 229 juta. Anisa belum berencana menutup pengumpulan dana di kitabisa.com. Semakin banyak dana terkumpul, maka semakin besar kesempatan untuk membangun shelter yang lebih layak.

“Dari awal kami meminimalkan harapan dulu, tak berharap yang terlalu tinggi. Awalnya mimpi kami kecil…. Eh, melihat animo masyarakat besar sekali, ya sudah, kami bikin bagus saja sekalian,” kata Dea dengan optimistis.


Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Metropop mengupas kehidupan sosial, seni, dan budaya masyarakat perkotaan.

SHARE