METROPOP

Tony Stark dari Cengkareng

“Saya bilang, lakukan yang terbaik dan biarkan yang namanya keberuntungan menemukan kita.”

Karyawan Sari Teknologi merapikan robot ciptaan mereka

Foto: Hasan Alhabshy/detikcom

Jumat, 21 Oktober 2016

Tony Stark: Jarvis. Hey.
Jarvis: All wrapped up here, sir. Will there be anything else?
Tony Stark: You know what to do.
Jarvis: The Clean Slate Protocol, sir?
Tony Stark: Screw it, it's Christmas! Yes, yes!
Jarvis: Sir, I think I need to sleep now....
Tony Stark: Jarvis! Jarvis? Don't leave me, buddy....

Jarvis atau lebih tepatnya J.A.R.V.I.S alias Just A Rather Very Intelligent System seolah-olah tak ada beda dengan manusia biasa. Asisten digital Tony Stark dalam film Iron Man itu bisa mengerjakan banyak hal dan bercakap-cakap, bahkan tak jarang bercanda.

Anak Indonesia juga bisa bikin asisten pintar. Namanya Robot Pintar Indonesia atau Ropi. Ropi barangkali memang tak secerdas Jarvis, tapi robot buatan Yohanes Kurnia ini juga lumayan pintar dan bisa diminta mengerjakan sejumlah hal. Beberapa perusahaan telah memanfaatkan Ropi.

Pada dasarnya, tugas utama Ropi tak jauh berbeda dengan sales promotion girl. Dia bisa digunakan untuk mempromosikan dan mengenalkan produk, bahkan menjawab pertanyaan. Saat pertama kali Ropi diluncurkan, kata Yohanes, banyak orang yang menyangsikan robot secanggih itu merupakan karya tangan anak Indonesia.

Aktivitas di Sari Teknologi, Kosambi, Jakarta Barat
Foto: Hasan Alhabshy/detikcom


Kita harus cerdik melihat tren dan arah haluan.”

Saat Ropi dibawa keliling mal atau supermarket, pengunjung menduga robot ini buatan Jepang atau Cina. Bahkan ada yang menebak robot yang tersedia dalam tiga versi berbeda ini dibeli di luar negeri, lalu dibongkar dan dipasang ulang. “Banyak yang berkomentar seperti itu. Tapi saya bisa pastikan, Ropi merupakan robot servis pertama milik Indonesia dan robot servis pertama di Asia Tenggara,” kata Yohanes.

Sudah sembilan tahun Yohanes mengoprek dan mengulik robot. Yohanes mengakui tak pernah menekuni pendidikan khusus robotika. Modalnya hanya pengetahuan yang dia dapat dari bangku kuliah di Jurusan Elektro Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Padahal Yohanes justru terlebih dulu berkecimpung di bidang pendidikan. Berbekal pengalamannya menjadi guru sekolah Minggu di gereja, dia tertarik membuka kursus bahasa Inggris.

“Ketika saya buka kursus itu, seorang teman kebetulan datang minta saya bikin kursus robot. Teman saya ini baru dipecat dari pekerjaannya. Dari sanalah kami buat sekolah robot ini. Tapi kami masih sebatas memberi pelajaran ekstrakurikuler dan intrakurikuler di sekolah,” katanya saat ditemui detikX.

Yohanes Kurnia, pendiri Sari Teknologi
Foto: Hasan Alhabshy/detikcom

Video: Iswahyudi/20detik

Ternyata banyak sekolah yang tertarik pada konsep yang diajarkan. Di bawah bendera Sari Teknologi, Yohanes telah mengadakan kelas robotika di 30 sekolah swasta dan 500 sekolah negeri. Selama mengajar di sekolah, Yohanes juga sering mengadakan Robotic School Cup bekerja sama dengan sejumlah mal di pelbagai kota di Indonesia.

Lomba robot di mal itu menarik perhatian orang-orang berduit. Mereka berminat berinvestasi dan bekerja sama dengan Yohanes untuk membuat robot. Tak butuh waktu lama untuk menimbang, dia menyambut tawaran tersebut. Apalagi Yohanes tahu betul, menciptakan robot memerlukan dana yang tidak sedikit. Suntikan dana itu tentu akan sangat membantu Yohanes dalam mengembangkan robot yang tak hanya bisa diperlombakan, tapi juga bisa diaplikasikan untuk membantu tugas manusia.

Dengan suntikan modal investor, Yohanes lebih leluasa berkreasi dan menciptakan berbagai macam robot. Selain Ropi, Yohanes telah menciptakan event organizer Robo Park Indonesia, robot animatronik berbentuk dinosaurus yang tingginya mencapai 4,5 meter sebanyak 17 buah. Ada pula simulator pertunjukan 13 dimensi yang menyajikan entertainment dari segi robotika. Yohanes bahkan telah menyelenggarakan perlombaan bertaraf internasional yang diikuti lima negara, termasuk Indonesia.




Robot di Sari Teknologi diuji coba
Foto: Hasan Alhabshy/detikcom

“Itu karena Tuhan mengizinkan dan karena saya ketiban hoki juga. Kita harus cerdik melihat tren dan arah haluan. Kalau saya cuma berfokus di sekolah, tak akan bisa seperti ini. Tren robotik itu berubah terus,” katanya.

Yohanes mengungkapkan, kalau bukan karena keberuntungan dan kelihaiannya melihat tren robot, ia tak yakin usaha robotikanya akan melangkah sejauh ini. Sebab, menjadi inventor di bidang robotika seperti dirinya di Indonesia tidak mudah. Salah satunya karena karya yang dihasilkan tidak mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. Inventor pemula bakal kesulitan mendapatkan ceruk pasar dan mengumpulkan modal untuk berkembang.

“Berbeda dengan pemerintah Cina, mereka kasih modal dan pinjaman lunak hanya dengan mengajukan proposal yang benar. Di sini, kami mau mendatangkan bahan baku dari luar negeri karena barangnya tak ada di Indonesia saja masih terbentur dengan urusan Bea-Cukai. Bagaimana kita mau maju?” kata Yohanes.

Kekhawatiran itu jugalah yang sering ditanyakan orang tua murid-muridnya kepada Yohanes, terutama bila anak mereka juga ingin menjadi inventor robot. Karena ketidakjelasan masa depan karier inventor muda ini, hanya sedikit dari murid Yohanes yang serius berkarier di bidang robotika. Walaupun sepi peminat, Yohanes optimistis peluang inventor robotika di Indonesia masih terbuka lebar.

Karyawan Sari Teknologi sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Foto: Hasan Alhabshy/detikcom

Namanya perintis, jalannya memang tak pernah gampang. “Setiap kali orang tua murid di ekstrakurikuler robotik selalu bertanya, ini arahnya ke mana? Saya bilang, lakukan yang terbaik dan biarkan yang namanya keberuntungan menemukan kita dengan cara kita selalu eksis. Usahakan selalu ciptakan penemuan baru. Saya sendiri akan mencanangkan untuk produksi massal Ropi segera,” dia menuturkan.


Reporter/Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Metropop mengupas kehidupan sosial, seni, dan budaya masyarakat perkotaan.

SHARE