SAINS

MENGHIDUPKAN YANG TELAH PUNAH

Membangkitkan Martha dari ‘Kematian’

"Ini bukan pekerjaan yang tak mungkin. Hanya bakal butuh waktu sangat lama."

Foto: Guardian

Selasa, 31 Mei 2016

Martha bukanlah siapa-siapa. Tapi, saat Martha mati lewat tengah hari Senin pada 1 September 1914, orang-orang sibuk bukan kepalang. Tubuh Martha buru-buru dilarikan ke pabrik es, diselimuti balok-balok es untuk mencegah pembusukan, dan segera dikirim dengan kereta paling cepat ke Smithsonian Institution di Washington, DC.

Martha tiba di Washington tiga hari kemudian. Ada beberapa bulu Martha yang rontok sepanjang perjalanan. Ya, Martha adalah seekor merpati pengembara atau passenger pigeon, Ectopistes migratorius. Martha sangat istimewa karena kematiannya menandai punahnya spesies merpati pengembara.

Martha merupakan merpati pengembara terakhir di muka bumi. George, merpati pengembara jantan yang bertahun-tahun jadi teman Martha, mati empat tahun sebelumnya. Kebun Binatang Cincinnati, rumah mereka selama ini, sudah mengumumkan sayembara dengan hadiah US$ 1.000, kurang-lebih setara dengan US$ 24 ribu atau Rp 320 juta, bagi siapa saja yang bisa menemukan pasangan untuk Martha. Tapi, sampai mati, Martha tetap sendiri.

Sekarang Martha menjadi salah satu koleksi Museum Nasional Natural History di Washington, DC. "Dia merupakan salah satu koleksi ikonik museum ini," kata Helen James, kurator divisi burung di Museum Nasional, kepada The Atlantic. Selama lebih dari seabad, hanya dua kali Martha meninggalkan Museum Nasional, yakni pada 1966 dan 1974.

Lukisan merpati pengembara karya John A. Ruthven
Foto: dok. Kebun Binatang Cincinnati

Merpati pengembara ini bukanlah jenis binatang "rumahan". Dia selalu berpindah tempat bersama koloninya untuk mencari makanan. Tempat tinggalnya terbentang dari Kanada hingga daratan Amerika Serikat. Punahnya Martha dan kerabatnya berlangsung relatif sangat cepat.

Burung ini perlu waktu untuk belajar beradaptasi di lingkungan yang benar-benar asing bagi mereka."

Pada musim gugur 1813, pelukis John James Audubon berangkat menuju Louisville dari rumahnya di Henderson, Kentucky, dengan menunggang kereta kuda. Dalam perjalanan, dia berpapasan dengan kawanan merpati pengembara. Siang hari, James Audubon menuturkan, mendadak temaram seperti disaput awan gelap. Kawanan merpati pengembara itu menutup rapat langit dari ujung ke ujung.

Sepanjang Sungai Ohio, orang-orang berkerumun menyaksikan pemandangan menakjubkan itu. "Langit sepenuhnya tertutup kawanan burung tersebut," James Audubon menuliskan pengalamannya, dikutip oleh majalah Smithsonian. Bahkan, saat dia sampai di Louisville, kawanan merpati itu masih tampak memenuhi langit.

Saat itu diperkirakan masih ada ratusan juta merpati pengembara di Kanada dan Amerika Serikat. Menurut Joel Greenberg, peneliti soal burung, merpati pengembara merupakan burung dengan populasi paling besar di Amerika Utara kala itu. Tapi, satu abad kemudian, ratusan juta merpati pengembara itu tak pernah kelihatan lagi di langit Amerika dan Kanada. Perburuan besar-besaran, untuk dimakan maupun sekadar hobi berburu, dan rusaknya habitat kawanan burung ini menjadi sebab utama punahnya Martha dan jutaan kerabatnya.

* * *

Sejak masih kanak-kanak, Ben Novak tergila-gila pada segala macam burung, terutama merpati pengembara. Hampir semua tempat, semua museum di Amerika Serikat, yang menyimpan spesimen merpati pengembara sudah dia kunjungi. Setelah punah seabad silam, kini tinggal sekitar 1.540 spesimen merpati pengembara di seluruh dunia.

Martha, merpati pengembara terakhir yang mati pada 1 September 1914
Foto: YaleScientific

Beruntung, Ben bertemu dengan pasangan Stewart Brand dan Ryan Phelan, yang sama-sama terobsesi pada merpati pengembara. Stewart dan Ryan mendirikan Yayasan Long Now untuk "menghidupkan" kembali merpati pengembara dan binatang-binatang lain yang telah punah.

"Merpati pengembara merupakan obsesiku sejak lama sekali," Ben Novak, 28 tahun, menulis surat kepada Stewart dan Ryan, dikutip New York Times. Lewat surat itu, Ben mengutarakan niatnya bergabung dalam proyek Revive & Restore di Yayasan Long Now. Sebelum bergabung dengan proyek Revive, Ben sudah punya pengalaman terlibat dalam proyek pemetaan genom binatang-binatang purba di Universitas McMaster, Kanada.

Ben, pasangan Stewart-Ryan, sama-sama yakin bahwa merpati pengembara bisa dihidupkan kembali. "Sangat mungkin untuk merekonstruksi seluruh genom merpati pengembara.... Spesies ini merupakan salah satu binatang punah yang paling mungkin dihidupkan kembali," kata Ben Novak kepada Der Spiegel. "Kitalah yang menyebabkan mereka punah. Sekarang menjadi tanggung jawab kita untuk menghidupkan mereka kembali.”

Tapi menghidupkan merpati pengembara bukan pekerjaan gampang. Ben Novak punya rencana untuk memanfaatkan kerabat paling dekat dari merpati pengembara, yakni merpati ekor pita, Patagioenas fasciata. Ben dan teman-temannya berencana memetakan seluruh genom merpati pengembara maupun merpati ekor pita. Setelah pemetaan lengkap, mereka bakal tahu di mana beda di antara kedua merpati ini.

Replika merpati pengembara
Foto: ExtraordinaryAnimals


Dengan teknik modifikasi genetis terbaru, Ben akan merekayasa DNA sel benih merpati ekor pita hingga menyerupai DNA merpati pengembara. Sel benih inilah yang bakal dititipkan di sel telur merpati lain hingga nanti bakal terlahir merpati pengembara atau, paling tidak, burung yang hampir menyerupai merpati pengembara.

Masalahnya, menurut Beth Shapiro, profesor biologi evolusioner di Universitas California, Santa Cruz, walaupun berkerabat dekat, merpati pengembara dan merpati ekor pita sudah "berpisah" selama jutaan tahun. Perbedaan genom di antara dua jenis merpati ini mungkin sangat besar, sehingga bakal sangat sulit untuk menemukan gen-gen yang berkontribusi menyebabkan perbedaan fisik dua jenis merpati tersebut.

"Ini bukan pekerjaan yang tak mungkin. Hanya bakal butuh waktu sangat lama," kata Profesor Shapiro, dikutip Wired. Memodifikasi DNA binatang, menurut Steven Salzberg, juga bukan urusan membalik telapak tangan. "Mungkin suatu hari nanti kita akan menemukan cara yang lebih gampang.”

Seandainya proyek Revive & Restore ini berhasil menghidupkan merpati pengembara, masalah tak lantas beres semua. Lingkungan habitat mereka sudah sangat jauh berbeda dari seabad lalu. Burung ini juga perlu waktu untuk belajar beradaptasi di lingkungan yang benar-benar asing bagi mereka. David Ehrenfeld, peneliti di Universitas Rutgers, tak yakin merpati pengembara akan hidup lama.


Penulis/Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Sains mengulik penemuan-penemuan baru serta seluk-beluk sains dan teknologi.