SAINS

Yang Super dari Kecoak

“Aku merasa kondisi tubuhku jauh lebih baik setelah rutin makan kecoak.”

Panitia lomba balap kecoak di Brisbane, Australia, pada 2008.
Foto: Getty Images

Jumat, 29 Juli 2016

Siapa yang tak jijik pada kecoak? Binatang satu ini suka menyelinap di gorong-gorong yang gelap dan lembap, saluran pembuangan, juga tempat-tempat lain yang jorok.

Tapi Wang Fuming tak pernah jijik terhadap kecoak. Bagi dia, kecoak adalah sumber rezeki, sumber fulus. Sudah hampir 20 tahun Wang, 45 tahun, beternak kecoak di Jinan, Provinsi Shandong, Cina.

Bisa dibilang, dialah rajanya kecoak di Daratan Cina. Ada hampir 40 juta ekor kecoak Amerika atau Periplaneta americana yang dia ternakkan. Setiap bulan, dia mengirim berton-ton kecoak ke sejumlah perusahaan farmasi. Keuntungan dari bisnis kecoak ini sungguh gurih. Dalam setahun, dia bisa mengantongi hampir 1 juta yuan atau lebih dari Rp 1,9 miliar.

“Aku sudah tertarik dengan serangga sejak umur 8 tahun,” kata Wang kepada CBS beberapa waktu lalu. “Bisnis ini sangat bagus. Kalian bisa menginvestasikan 20 yuan dan bisa mendapatkan 150 yuan…. Sekarang makin banyak perusahaan obat yang membutuhkan kecoak.”

Selain kaya protein, dia mengklaim, ekstrak kecoak bisa menyembuhkan rupa-rupa penyakit, dari menyembuhkan luka, mengatasi kebotakan, hingga sakit paru-paru. Wang menduga khasiat kecoak yang hebat itu dibuktikan dengan kemampuan mereka bertahan hidup. Kecoak mampu bertahan hidup berminggu-minggu tanpa makanan.

Di antara sejumlah serangga yang bertahan hidup setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki adalah kecoak. Discovery telah menguji ketahanan kecoak terhadap paparan radiasi cobalt-60. Daya tahan kecoak terhadap radiasi memang terbukti jauh lebih tinggi ketimbang manusia.

Kecoak Madagaskar
Foto: Getty Images

Wang mengaku telah membuktikan sendiri khasiat kecoak. Hampir setiap hari dia makan kecoak, entah dengan digoreng, dipanggang, entah direbus. “Aku merasa kondisi tubuhku jauh lebih baik setelah rutin makan kecoak,” kata Wang kepada CNN. Dia menyuruh wartawan CNN mencoba sendiri khasiatnya. “Jika kamu tak mencobanya, kamu akan menyesal sepanjang hidupmu.”

Sekarang ada puluhan, bahkan mungkin ratusan, peternak kecoak di Daratan Cina. Zhou Hui misalnya. Sebelum beternak kecoak, perempuan ini pernah bekerja di satu pabrik di Kota Ningbo. Suatu hari dia melihat kisah sukses peternak kecoak di televisi. Tanpa pikir panjang, Hui keluar dari pekerjaannya dan beralih beternak kecoak di kampung halamannya di Provinsi Sichuan. “Semula orang-orang menertawakanku,” kata Hui kepada LA Times.

Kini ada empat perusahaan obat yang jadi pelanggan kecoak-kecoaknya. Dalam setahun, Zhou Hui bisa mengantongi keuntungan bersih hampir Rp 150 juta. Jumlah yang lumayan untuk ukuran di kampungnya. Orang-orang pun datang kepadanya untuk belajar. “Mereka ingin kaya seperti aku,” kata Hui.

* * *

Lebih dari satu abad silam, pada akhir 1870-an, Lafcadio Hearn alias Koizumi Yakumo menuliskan sepenggal pengalamannya selama tinggal di New Orleans, Amerika Serikat.

Kecoak Madagaskar
Foto: Getty Images

Dalam bukunya, Inventing New Orleans, penulis keturunan Yunani ini bercerita sejumlah obat tradisional yang dipakai oleh warga New Orleans. Salah satu obat yang agak ganjil itu adalah obat penyakit tetanus. Jika ada warga yang terkena tetanus, biasanya mereka diberi “teh” kecoak: rebusan kecoak dibalurkan pada luka sumber tetanus. Di New Orleans, Blatta orientalis, salah satu jenis kecoak, menurut Lafcadio, bisa tumbuh lebih besar daripada rata-rata kecoak.

Barangkali lantaran “menjijikkan”, rata-rata orang jarang yang paham, dibanding menjadi sumber masalah, kecoak punya banyak manfaat. Dari sekitar 4.500 jenis kecoak, BBC menulis, hanya empat jenis yang tergolong sebagai hama atau biang masalah. Menurut Srini Kambhampati, peneliti kecoak di Universitas Texas, Tyler, Amerika Serikat, musnahnya kecoak  bakal berdampak buruk bagi lingkungan.

“Sebagian besar kecoak makan sampah dan sisa-sisa bahan organik, yang menyimpan banyak nitrogen,” kata Srini kepada Livescience. Kecoak akan melepaskan kembali nitrogen yang sangat dibutuhkan tanaman itu ke alam bebas.

Tim peneliti dari Sekolah Kedokteran Hewan Universitas Nottingham, Inggris, menemukan sembilan jenis molekul yang tersimpan dalam otak kecoak yang bisa dipakai untuk menghajar sejumlah bakteri patogen. Lantaran pemakaian antibiotik sembarangan, beberapa jenis bakteri patogen sudah makin susah disikat dengan antibiotik-antibiotik lama.

Riset Simon Lee dan teman-temannya menunjukkan “antibiotik” kecoak bisa membunuh sebagian besar bakteri Staphylococcus aureus (MRSA) dan Escherichia coli tanpa mengganggu sel tubuh manusia. Padahal selama ini, dua jenis bakteri tersebut sangat sulit ditumpas dengan antibiotik tradisional.

Lomba balap kecoak di Brisbane, Australia, pada 2008.
Foto: Getty Images

Kecoak di Cina
Foto: LA Times


“Kami mencari di tempat tak biasa, yang tak seorang pun pernah mencobanya,” kata Simon Lee. Simon menduga, kecoak memakai molekul-molekul “antibiotik” di tubuhnya itu untuk bertahan hidup di lingkungan yang jorok. Menurut data Centers for Disease Control and Prevention, ada 15 ribu orang yang mati setiap tahun di Amerika karena terinfeksi bakteri MRSA.

Bukan hanya punya molekul “antibiotik”, riset terbaru gabungan peneliti dari sejumlah institusi di India dan Amerika Serikat menemukan “susu” kecoak Pasifik alias Diploptera punctata yang kaya protein, gula, dan kalori. Sanchari Banerjee, peneliti di Institut Pengobatan Generatif dan Biologi Sel Punca, Bangalore, India, mengatakan induk kecoak Pasifik memberi makan bayinya dengan sejenis “susu” menyerupai kristal.

“Kristal itu mempunyai kandungan makanan yang lengkap: protein, lemak, dan gula…. Jika kita mengurai proteinnya, di dalamnya ada semua jenis asam amino yang paling penting,” kata Sanchari kepada Times of India beberapa hari lalu. Dia dan teman-temannya menulis hasil riset itu di jurnal International Union of Crystallography.

Menurut Leonard Chavas, anggota tim peneliti dari Pusat Riset Biologi Struktural, Jepang, kalori pada “susu” kecoak ini empat kali lebih tinggi dari susu sapi. Kandungan tinggi kalori inilah, dia menduga, yang membuat bayi kecoak Pasifik tumbuh lebih cepat ketimbang embrio jenis kecoak lain. Dan rasa “susu” kecoak ini, kata Chavas setelah mencicipi, ternyata hambar saja, tak ada yang aneh. Tertarik mencicipinya?


Penulis/Editor: Sapto Pradityo
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Sains mengulik penemuan-penemuan baru serta seluk-beluk sains dan teknologi.

SHARE